Udang Asal Indonesia Ditolak AS, Dosen IPB University: Kontaminasi Cesium Bukan dari Industri Perikanan

3 hours ago 2
 Kontaminasi Cesium Bukan dari Industri Perikanan Ilustrasi(Freepik)

KASUS penolakan ekspor udang beku ke Amerika Serikat (AS), baru-baru ini, menimbulkan kekhawatiran publik terkait keamanan pangan. Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) menemukan adanya kontaminasi radioaktif cesium pada tiga batch produk udang dari Indonesia.

Menanggapi hal tersebut, dosen Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) IPB University Roni Nugraha menegaskan bahwa kontaminasi itu bukan berasal dari proses produksi maupun pengolahan udang di perusahaan perikanan.

"Ini sebenarnya bukan pencemaran dari industri perikanan. Berdasarkan penelusuran Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), cesium ini terbawa udara dari aktivitas peleburan logam di sekitar lokasi. Jadi sifatnya eksternal, bukan dari sistem pengolahan udang," jelasnya.

Lebih lanjut, Roni menjelaskan bahwa kadar cesium yang ditemukan juga jauh di bawah ambang batas aman yang ditetapkan FDA. FDA mencatat kadar sekitar 68 Bq/kg, sedangkan batas aman ada di kisaran 1.200 Bq/kg. 

MI/HO--Dosen Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) IPB University Roni Nugraha

"Artinya, secara teknis masih jauh dari level berbahaya. Namun karena prinsip kehati-hatian, FDA tetap meminta produk itu ditarik dari pasar," katanya.

Ia menegaskan bahwa regulasi ekspor produk perikanan Indonesia sangat ketat. Perusahaan wajib memiliki Sertifikat Kelayakan Pengolahan (SKP) dari KKP, Health Certificate, hingga menerapkan berbagai standar mutu internasional seperti HACCP, BRCGS, maupun ISO.

"Produk perikanan itu sifatnya highly perishable atau mudah rusak dan menyangkut pangan, sehingga pengawasannya ekstra ketat. Tidak semua perusahaan bisa sembarangan ekspor. Semua udang yang dikirim sudah melewati sistem jaminan mutu dan keamanan pangan," ujarnya.

Namun demikian, karena cesium bukan merupakan bahaya yang umum ditemui dalam produk perikanan, deteksi rutin terhadap zat tersebut memang tidak dilakukan. 

"Berbeda dengan bakteri atau cemaran kimia umum yang selalu dicek. Cesium ini radioaktif buatan, tidak ada di alam bebas, sehingga tidak masuk dalam critical control point di SOP perusahaan," terang Roni.

Ia menilai kasus ini harus menjadi momentum untuk memperkuat budaya mutu di sektor perikanan. Edukasi kepada seluruh pemangku kepentingan sangat penting agar keamanan pangan dijadikan prioritas utama.

"Indonesia sebenarnya sudah baik dalam menerapkan sistem keamanan pangan untuk produk perikanan yang diekspor. Namun, kasus ini menunjukkan perlunya investigasi lebih lanjut di luar industri perikanan, misalnya ke area pabrik pengumpulan besi bekas yang diduga menjadi sumber cesium. Hal ini untuk mencegah kasus serupa terulang," tegasnya.

Lebih jauh, Roni menambahkan bahwa pengawasan dari lembaga berwenang juga harus lebih proaktif, terutama terhadap potensi kontaminasi eksternal yang tidak terdeteksi oleh SOP industri.

"Budaya mutu dan budaya keamanan pangan harus terus digalakkan. Ini penting untuk menjaga kepercayaan global terhadap produk perikanan Indonesia," pungkasnya. (Z-1)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |