Transformasi Tata Kelola Air Jakarta Dinilai Mendesak

2 hours ago 1
Transformasi Tata Kelola Air Jakarta Dinilai Mendesak Petugas PAM Jaya memeriksa Instalasi Pengolahan Air (IPA) Mookervat di Daan Mogot, Jakarta, beberapa waktu lalu .(Antara/Aprillio Akbar)

TRANSFORMASI tata kelola air di Ibu Kota sudah mendesak dan tidak bisa ditunda. Hal itu dissampaikan disampaikan Staf Khusus Gubernur DKI Jakarta, Firdaus Ali.

"Air adalah sumber kehidupan. Hampir semua kitab suci menyebut air sebagai lambang surga. Namun ironinya, Jakarta dengan 13 sungai dan 76 anak sungai, tak satu pun yang layak jadi air baku. Semua tercemar limbah," kata Firdaus, Sabtu (20/9).

Dia juga menyoroti rendahnya cakupan layanan air perpipaan di Jakarta. Secara nasional, cakupan air perpipaan baru 20%, sedangkan di Jakarta masih di bawah 50%. "Pipanya ada, tapi airnya sering tidak mengalir," katanya.

Firdaus mengingatkan tingginya tingkat kehilangan air atau non revenue water (NRW) di Jakarta, yang mencapai 45-47%. Angka itu disebutnya sebagai salah satu yang terburuk di dunia bagi kota dengan populasi di atas 5 juta jiwa.

Dia menilai tantangan yang dihadapi oleh PAM Jaya tidaklah ringan. Perumda PAM Jaya perlu memperluas layanan sekaligus menekan kebocoran yang masif tersebut.

Selain itu, Jakarta bergantung besar pada pasokan dari luar. Maklum, lebih dari 80% air bersih di Jakarta disuplai dari Waduk Jatiluhur melalui Kanal Tarum Barat (Kali Malang), Jawa Barat.

"Kalau ada gangguan di Kali Malang, maka suplai 81% air Jakarta berhenti total. Itu jelas berbahaya bagi keamanan layanan air Ibu Kota," ujar Firdaus.

Firdaus menyebutkan transformasi PAM Jaya dari Perumda menjadi Perseroda bukan berarti privatisasi, melainkan langkah membuka ruang manajemen yang lebih transparan.

"Tidak ada hubungannya dengan swastanisasi. Kendali penuh tetap ada di PAM Jaya. Justru ini kesempatan untuk membangun kepercayaan publik melalui tata kelola yang terbuka," kata Firdaus.

Dia mengingatkan saat ini Jakarta juga sedang berpacu dengan waktu. Penurunan muka tanah, ekstraksi air tanah dalam dan ancaman rob menjadi bahaya nyata.

"Kalau kita tidak bergerak cepat, jangan sampai 2050 garis pantai sudah bergeser ke Harmoni (Jakarta Barat). Solusinya jelas percepat layanan air perpipaan, kurangi kebocoran dan perkuat sistem pertahanan pesisir," tandasnya. (Ant/P-2)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |