Agastya Yogiswara, Head of Program Implementation, Putera Sampoerna Foundation-School Development Outreach.(MI/Inqilaf)
PENDIDIKAN di Indonesia masih menghadapi tantangan besar. Banyak guru membutuhkan keterampilan mengajar yang lebih baik, sekolah harus dikelola secara transparan, dan siswa dari keluarga kurang mampu sering kesulitan melanjutkan pendidikan.
Untuk menjawab masalah ini, sebuah tim pendamping pendidikan merancang program yang berfokus pada tiga pilar utamanya.
Agastya Yogiswara, Head of Program Implementation, Putera Sampoerna Foundation-School Development Outreach, menjelaskan bahwa keterampilan mengajar adalah pilar utama.
“Apa yang paling dasar? Yang paling dasar adalah keterampilan mengajar. Ya, ternyata guru juga butuh keterampilan mengajar. Kalau tidak, yang dilakukan hanya ceramah dan membaca teks buku pelajaran, yang sebenarnya bisa dibaca siswa sendiri,” ujarnya.
Selain mengajar, guru dan kepala sekolah juga diajarkan membaca rapor pendidikan dari pemerintah. Rapor ini berisi catatan perbaikan yang perlu dilakukan di sekolah. Dengan pemahaman ini, siswa bisa termotivasi belajar, sementara kepala sekolah tahu langkah perbaikan yang tepat. Guru juga didorong membuat media ajar kreatif untuk mendukung proses belajar.
Pilar kedua adalah pembentukan Lighthouse School yang menjadi contoh nyata penerapan kebijakan pendidikan di lapangan. Salah satu contohnya berada di Kediri, di mana sebuah sekolah berasrama didirikan khusus untuk menampung siswa dari keluarga kurang mampu.
Seleksi dilakukan dengan mendatangi rumah calon siswa agar bantuan tepat sasaran. Sekolah ini juga menyeleksi guru secara ketat, yang harus siap bekerja penuh waktu. Dengan pendekatan ini, anak-anak dari keluarga kurang mampu memiliki peluang yang sama dengan siswa dari sekolah lain.
Pilar ketiga adalah pendirian Teacher Learning Center (TLC). Pusat ini menjadi tempat bagi guru untuk belajar dan meningkatkan keterampilan tanpa harus menunggu pelatihan dari pusat atau provinsi. Dengan adanya TLC, guru dapat meningkatkan kompetensi mereka secara lebih fleksibel, baik dari sisi jarak, waktu, maupun biaya. Hal ini diharapkan membentuk sebuah ekosistem guru yang saling mendukung.
Dengan ketiga pilar ini, diharapkan guru menjadi lebih terampil, sekolah lebih transparan, dan anak-anak dari keluarga kurang mampu memiliki kesempatan belajar yang setara. Program ini juga disesuaikan dengan kondisi setiap daerah, “Ketiga program ini akan disesuaikan dengan kontekstual dari kebutuhan di setiap daerah tersebut. Itu dari saya sedikit tentang program PSF dan tentunya ada masih banyak lagi, tapi ini adalah tiga yang menjadi pilar utamanya,” ujarnya.


















































