THR Diprediksi tak Mampu Kerek Daya Beli Masyarakat

2 days ago 4
Portal Informasi News Pagi Cermat Terpercaya
THR Diprediksi tak Mampu Kerek Daya Beli Masyarakat Pengunjung melihat barang yang dijual di salah satu mal di Jakarta.(Dok. Antara)

TUNJANGAN Hari Raya (THR) tahun ini besar kemungkinan tidak akan mampu mengerek tingkat daya beli masyarakat. Itu karena pemasukan tambahan masyarakat itu akan digunakan secara hati-hati ketimbang langsung membelanjakannya seperti pada periode-periode Lebaran sebelumnya.

"Dalam konteks ekonomi saat ini yang ditandai oleh ketidakpastian global dan tekanan inflasi, khususnya pada harga pangan, banyak masyarakat mungkin akan lebih berhati-hati dalam membelanjakan THR mereka," kata periset dari Center of Reform on Economic (CoRE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet, Selasa (11/3).

Merujuk data Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) terakhir yang dirilis oleh Bank Indonesia, hampir semua kelompok pengeluaran masyarakat mengalami penurunan indeks, terutama pada kelompok masyarakat dengan pengeluaran Rp1 juta sampai Rp2 juta.

Hal itu, menurut Yusuf, telah mengindikasikan adanya ketidakpastian terkait pendapatan dalam beberapa bulan ke depan. Karenanya, kendati THR diberikan dan akan menggugah daya beli masyarakat, kemampuan ungkitnya dipandang tak akan sama seperti Lebaran yang telah lalu.

Kehati-hatian masyarakat dan prospek pendapatan masyarakat yang boleh dibilang pesimistis mestinya menjadi perhatian pemerintah. Sebab, sama seperti tahun-tahun sebelumnya, konsumsi rumah tangga masih menjadi penopang utama perekonomian dalam negeri.

Itu berarti, daya beli masyarakat yang lemah bakal membuat pertumbuhan konsumsi rumah tangga menjadi terbatas. Pertumbuhan yang terbatas berimplikasi pada menciutnya kontribusi yang diberikan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional.

Tahun lalu, misalnya, meski ekonomi Indonesia masih tumbuh di kisaran 5%, kontribusi dan pertumbuhan konsumsi rumah tangga relatif melambat. "Dalam beberapa tahun terakhir, pengeluaran untuk kelas menengah terus mengalami penurunan, yang salah satunya disumbang tekanan terhadap daya beli masyarakat," terang Yusuf.

"Di tahun lalu, meskipun kita masih bisa tetap tumbuh 5,0 persen, namun angka ini relatif melambat jika dibandingkan kondisi di 2023, dan kalau kita lihat konsumsi rumah tangga pertumbuhannya di bawah 5%," lanjutnya.

Sejatinya rangkaian data telah menunjukkan ada yang tak beres pada kemampuan belanja masyarakat. Yusuf mengatakan ada indikasi hubungan yang linear antara penurunan jumlah kelas menengah, pelemahan daya beli masyarakat, dan pertumbuhan konsusmi rumah tangga secara umum.

Hal itu menurutnya perlu ditanggapi serius oleh pemerintah. Pendekatan yang digunakan juga semestinya tak parsial, melainkan menyeluruh, baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Hal itu dapat dilakukan melalui pengendalian inflasi dengan pemberian subsidi yang tepat sasaran.

Lalu melakukan perbaikan rantai pasok, atau kebijakan stabilisasi harga sementara guna mengurangi beban rumah tangga berpenghasilan rendah dan menengah, serta meningkatkan pendapatan masyarakat secara berkelanjutan melalui kenaikan upah minimum, perluasan program bantuan sosial, atau keringanan pajak bagi kelompok berpenghasilan rendah agar daya beli tetap terjaga.

Pembiayaan Kendaraan Melemah

Penurunan daya beli masyarakat sejatinya juga tampak pada sektor otomotof. Itu dapat dilihat dari tren penurunan penyaluran pembiayaan kendaraan, baik roda dua dan roda empat di OTO Group. Karenanya, perusahaan pembiayaan tengah mencari cara untuk meningkatkan penyaluran pembiayaan tersebut.

"Roda empat ini kalau kita lihat penjualan market agak stagnan, turun dibanding sebelumnya, dan itu mempengaruhi bisnis kita," ujar Presiden Direktur PT Summit Oto Finance sekaligus CEO Grup OTO Victoria Rusna dalam taklimat media di Jakarta, Senin (10/3).

Melemahnya daya beli masyarakat, kata Victoria, menjadi tantangan tersendiri bagi perusahaan untuk meningkatkan performa penyaluran pembiayaan. Dia berharap momen Ramadan dan Lebaran 2025 dapat mendorong peningkatan konsumsi masayarakat pada pembiayaan kendaraan seperti biasanya.

Pasalnya peningkatan penyaluran pembiayaan kredit kendaraan, baik baru maupun bekas kerap melonjak setiap menjelang Lebaran. "Kita tetap akan optimis, mengejar target yang kita tentukan. Karena market sedang turun, jadi kita harus bekerja lebih keras," kata Victoria.

"Lebaran ini biasanya tren memang meningkat, karena memang ada kebutuhan mudik, jadi ini merupakan bulan buat kami untuk mencapai target yang ditentukan," tambahnya.

Anomali Daya Beli Masyarakat

Lemahnya daya beli masyarakat juga tercermin dari Mandiri Spending Index (MSI) per 23 Februari yang menunjukkan adanya anomali. Dari laporan yang diterima, belanja masyarakat melambat di satu minggu menjelang Ramadan, pola yang tidak terjadi di tahun-tahun sebelumnya, di mana belanja mulai meningkat sejak menjelang Ramadan.

Semua kelompok belanja melambat kecuali mobilitas, terutama ditopang oleh belanja airlines dan transportasi. Di kelompok consumer goods, terdapat kenaikan pada belanja supermarket.

"Hal-hal ini menunjukkan masyarakat hanya melakukan belanja secara selektif yang berhubungan dengan persiapan menghadapi Ramadan, dan antisipasi mudik dan libur Lebaran," tulis laporan tersebut.

Di sisi lain, normalisasi pada kelompok belanja leisures, terutama pada sub kelompok sport, hobby, entertainment masih berlanjut, di mana saat ini kembali ke level sebelum nataru. Hal itu mengindikasikan tren pengeluaran yang semakin berpindah ke kebutuhan yang lebih primer.

Selain itu, tingkat tabungan kelompok bawah terus dalam tren melemah dan merupakan yang terendah saat ini (Februari 2025). Di sisi lain, tingkat tabungan kelompok menengah merupakan yang terendah sejak Maret 2024. (H-3)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |