Ilustrasi: Rekaman CCTV Indekos Diplomat Arya Daru di Menteng, Jakarta Pusat(Istimewa)
KUASA hukum keluarga diplomat muda Kementerian Luar Negeri, Arya Daru Pangayunan, Nicholay Aprilindo, membeberkan sederet teror yang dialami keluarga korban usai kematian almarhum. Hal itu disampaikannya dalam rapat dengar pendapat umum bersama Komisi XIII DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (30/9).
Nicholay mengungkap, teror pertama terjadi sehari setelah pemakaman, tepatnya 9 Juli 2025. Seorang pria misterius datang membawa amplop cokelat berisi gabus berbentuk bunga kamboja, hati, dan bintang
“Ada seorang pria misterius datang membawa amplop coklat untuk almarhum. Saat dibuka, isinya gabus berbentuk bunga kamboja, hati, dan bintang,” kata Nicholay dikutip dari Antara, Selasa (30/9).
Ia menjelaskan amplop itu kemudian diserahkan kepada pihak kepolisian dengan pendampingan Kompolnas. Namun hingga kini tidak pernah ada penyelidikan lebih lanjut mengenai asal usul maupun makna benda tersebut.
Rentetan teror tak berhenti di situ. Pada 27 Juli, makam almarhum dirusak. Lalu pada 16 September, pusara kembali dibuat tak wajar: ditaburi bunga mawar merah membentuk garis dari kepala hingga kaki. "Ini membuat keluarga kaget,” ujarnya.
Menurutnya, tindakan-tindakan teror tersebut semakin memperbesar tanda tanya di balik kematian Arya.
“Kenapa keluarga harus diteror sedemikian rupa, sementara kasus ini sejak awal diframing sebagai bunuh diri?” ujarnya.
Ayah almarhum, Subaryono, juga menyampaikan langsung keresahan hatinya di hadapan para anggota dewan. “Sebagai orangtua, kami tidak tahu harus ke mana mencari kejelasan. Penjelasan yang ada sejauh ini belum menenangkan kami,” katanya.
Ia menuturkan, keluarga telah menempuh berbagai cara, termasuk melalui penasihat hukum, agar misteri kematian putranya bisa diungkap secara terang.
Subaryono menghargai setiap upaya yang sudah dilakukan untuk mendalami kasus ini. Tetapi, ia menyayangkan belum ada yang kejelasan yang pasti dari kasus kematian anaknya. "Harapan kami kasus ini dapat dijelaskan seterang-terangnya,” ucapnya.
Dalam rapat tersebut hadir istri almarhum, Meta Ayu Puspitantri, bersama keluarga besar dan kuasa hukum. DPR juga mengundang Wakil Ketua LPSK Susilaningtias, Ketua Komnas Perempuan Maria Ulfah Anshor, serta pejabat dari Kementerian HAM. (P-4)


















































