Studi terbaru menggunakan JWST mengungkap galaksi pertama di alam semesta bukanlah sistem yang rapi, melainkan kumpulan gas dan bintang yang kacau.(NASA)
                            SEBUAH studi terbaru mengungkap galaksi-galaksi pertama di alam semesta tidak terbentuk secara tenang, melainkan dalam kondisi yang sangat kacau. Galaksi-galaksi muda ini dipenuhi gas turbulen, ledakan pembentukan bintang besar-besaran, dan aktivitas lubang hitam supermasif yang sangat aktif.
Tim astronom yang dipimpin Lola Dunhaive dari Universitas Cambridge melakukan pengamatan terhadap 272 galaksi kecil menggunakan Teleskop Luar Angkasa James Webb (JWST). Cahaya dari galaksi-galaksi ini berasal dari masa antara 800 juta hingga 1,5 miliar tahun setelah Big Bang, ketika alam semesta masih sangat muda.
Menurut astronom Cambridge, Sandro Tacchella, “Galaksi awal jauh lebih tidak stabil dan tumbuh melalui ledakan pembentukan bintang.”
Dengan menggunakan instrumen NIRCam milik JWST, tim meneliti pergerakan gas hidrogen terionisasi di setiap galaksi. Hasilnya, sebagian besar gas tidak berputar secara teratur mengelilingi pusat galaksi, tetapi bergerak acak ke berbagai arah, menciptakan pusaran turbulen, gelombang kejut, dan gumpalan materi yang tak merata.
Berbeda dengan galaksi modern seperti Bima Sakti yang memiliki bentuk spiral teratur, galaksi di masa awal alam semesta terlihat “berantakan”. Peneliti menyebut masa ini sebagai “dawn of disks”, atau awal mula terbentuknya struktur galaksi yang berotasi. Namun, sebelum mencapai kestabilan, galaksi-galaksi muda itu harus melalui beberapa tahap kekacauan besar.
Selain proses pembentukan bintang yang meledak-ledak, galaksi awal juga dikelilingi gas antargalaksi yang jauh lebih padat dibandingkan masa kini. Aliran gas tersebut sering kali masuk dengan kecepatan tinggi ke pusat galaksi, memicu kekacauan tambahan. Di sisi lain, lubang hitam supermasif di pusat galaksi turut menyedot gas dan melepaskan pancaran energi dahsyat.
Sebagian besar galaksi yang diamati berukuran kecil, dengan massa antara 100 juta hingga 10 miliar kali massa Matahari. Jauh lebih ringan dibandingkan Bima Sakti yang memiliki massa sekitar 1,5 triliun kali massa Matahari. Kondisi ini membuat mereka lebih rentan terhadap gangguan dari luar.
Meski begitu, beberapa galaksi tampak lebih stabil dari rekan-rekannya. Galaksi-galaksi yang lebih besar cenderung mampu menahan kekacauan lebih lama dan membentuk struktur yang lebih teratur lebih cepat.
Dunhaive dan tim berencana melanjutkan penelitian ini dengan mengamati gas dingin dan debu kosmik untuk memahami lebih dalam bagaimana galaksi muda berevolusi menjadi sistem spiral yang kita lihat saat ini.
“Dengan lebih banyak data, kita dapat melacak bagaimana sistem turbulen ini tumbuh menjadi spiral anggun seperti sekarang,” kata Tacchella. (Space/Z-2)


















































