Tanpa Kemudahan Usaha Migas, Swasembada Energi Sulit Terwujud

5 hours ago 1
Tanpa Kemudahan Usaha Migas, Swasembada Energi Sulit Terwujud Pekerja melakukan aktivitas pengeboran sumur minyak bumi.(Dok.Pertamina)

PAKAR ekonomi dan bisnis Universitas Hasanuddin (Unhas) Prof Hamid Paddu mengingatkan pentingnya kemudahan usaha hulu migas. 

Tanpa kemudahan usaha (ease of doing business), Indonesia tidak akan bisa mencapai swasembada energi seperti Asta Cita Pemerintahan Prabowo Subianto. Bahkan, dengan potensi migas reatif besar yang dimiliki sekalipun. “Tidak, tidak akan bisa (swasembada energi),” kata Hamid, di Jakarta, Rabu (18/6).

Menurut Hamid, kemudahan usaha merupakan faktor penting. Ease of doing business bisa jadi daya tarik bagi investor. Melalui kemudahan itu, usaha hulu migas bisa berjalan sehingga meningkatkan produksi, mendukung ketahahan energi, dan akhirnya mampu menuju swasembada energi.

Hamid menambahkan untuk mencapai swasembada energi, hal utama yang harus dilakukan yakni dengan membuka peta pengelolaan sumber daya energi. Setelah itu, diikuti kebijakan yang mendukung dan memberi kemudahan usaha. Termasuk, penyederhanaan regulasi dan perizinan.  

”Jika tidak ada regulasi cukup dan memudahkan, akhirnya usaha pada bidang migas di Indonesia menjadi mahal sehingga orang tidak mau masuk ke bisnis itu,” ucap Hamid.

Di antara berbagai regulasi yang harus disederhanakan dan dipermudah, antara lain bidang investasi hulu migas dan bidang fiskal. ”Harus ada regulasi yang memudahkan investasi. Harus ada kemudahan melakukan kontrak, baik melalui joint venture, FDI, atau melakukan sendiri. Harus memudahkan karena berkaitan dengan penggunaan modal atau dana. Jika tidak, akan sangat mahal,” papar Hamid.

Tidak hanya regulasi investasi. Hamid menyebut, pentingnya regulasi di bidang fiskal agar usaha hulu migas bisa jalan. “Insentif itu dalam bentuk kebijakan fiskalnya. Apakah berkaitan dengan tax holiday dan semacamnya. Agar setelah penghitungan cost recovery, usaha hulu migas itu masih menguntungkan, baik bagi Danantara atau badan usaha,” ujar Hamid.

PENYEDERHANAAN REGULASI
Tak kalah penting adalah penyederhanaan dan kemudahan berbagai perizinan. Hamid sependapat selama ini perizinan memang berbelit-belit dan membutuhkan waktu sangat lama. Padahal, KKKS (Kontraktor Kontrak Kerja Sama) membutuhkan perizinan itu sesegera mungkin, agar bisa segera melakukan operasi. 

"Selama ini kalau ada rencana investor masuk untuk KKKS dalam bidang energi membutuhkan 4-5 tahun untuk memperoleh izin. Padahal harusnya bisa selesai satu tahun, sehingga tahun kedua sudah bisa mengerjakan ladang-ladang migas yang berpotensi tersebut,” urainya.

Begitu pula perizinan di tingkat daerah, Hamid sependapat saat ini terlalu berbelit-belit dan bisa menghambat usaha hulu migas. ”Termasuk di Pemda. Itu sebaiknya diatur izin prinsipnya di pemerintah pusat,” jelas Hamid.

Pada pembukaan Indonesia Petroleum Association (IPA) Convention and Exhibition 2025 beberapa waktu lalu, Presiden Prabowo Subianto menyerukan pentingnya penyederhanaan regulasi.

Hal itu juga terkait rencana pemerintah yang akan melelang 60 Wilayah Kerja Migas (WK) dalam 2-3 tahun ke depan. Langkah ini dilakukan untuk mengejar target lifting minyak sebesar 1 juta barel per hari pada 2029.
Demi terlaksananya rencana tersebut, Presiden meminta jajarannya untuk menyederhanakan regulasi yang ada.

"Tadi saya diberi laporan sekian puluh blok (WK) migas yang siap kita tawarkan secara besar-besaran. Saya minta badan-badan regulasi menyederhanakan regulasi. Saya ulangi, sederhanakan regulasi," ucap Prabowo saat itu. (Ant/E-2)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |