
SOSIOLOG Universitas Indonesia Ida Ruwaida menilai kebijakan Pemprov DKI Jakarta dalam hal menangani aktivitas tawuran khususnya tawuran pelajar atau siswa masih belum komprehensif. Ia menilai menangani pelajar tawuran tak cukup dengan sanksi administratif.
Pasalnya, sudah banyak diterapkan sanksi-sanksi terhadap pelaku tawuran pelajar baik dari sisi pelajar maupun orang tua pelajar yang juga kena imbasnya. Seperti usulan DPRD DKI Jakarta kepada Pemerintah Provinsi, dimana orang tua pelaku tawuran bisa dikenakan sanksi denda uang yang juga diatur dalam Peraturan Daerah maupun peraturan lainnya.
"Sebetulnya, sebelumnya itu ada kebijakan dipersulit urus surat surat administratif di kelurahan, misalnya tidak diberikannya surat pengantar urus SKCK dan sebagainya," ujarnya saat dihubungi Media Indonesia, Rabu (14/5).
"Pertanyaannya apakah sanksi-sanksi administratif tersebut dijalankan dan telah menimbulkan efek jera dan juga berkeadilan?," sambung Ida.
Menurutnya, seluruh kebijakan atau penindakan dalam menekan aktivitas tawuran pelajar harus berefek jera dan berkeadilan. Ida menerangkan, berkeadilan yang dimaksud yakni penyelesaian harus berasal dari akar persoalan tawuran itu terjadi.
"Yang secara sosiologis, ada indikasi bahwa rekognisi terhadap remaja dan kaum muda masih terbatas, sehingga terkesan program dan kebijakan yang ada masih belum inklusif," bebernya.
Oleh karena itu, perlu adanya pendekatan yang komprehensif melibatkan berbagai infrastruktur sosial untuk mencari jalan keluar persiapan tawuran antar pelajar itu.
Ia menekankan, bisa jadi tawuran antar pelajar tersebut merupakan ekspresi remaja atas persoalan psiko sosial ekonomi yang terjadi di lingkungannya.
"Tidak hanya pendekatan 'hukum' (legal). Karena, sekali lagi, tawuran bisa merupakan ekspresi remaja atas tekanan-tekanan psiko sosial ekonomi," pungkasnya. (H-3)