
INDONESIA Corruption Watch (ICW) mendesak pemerintah menghentikan keterlibatan TNI dan Polri dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG). Keterlibatan aparat keamanan tidak relevan dengan tugas pokok dan fungsi kedua institusi tersebut serta menimbulkan masalah baru.
Staf Divisi Riset ICW, Eva Nurcahyani, menegaskan bahwa keberadaan aparat di dalam program MBG jauh melampaui fungsi pengamanan.
“Keterlibatan TNI dan Polri dalam MBG bukan hanya dalam konteks penjagaan di sekolah-sekolah. Mereka hadir langsung untuk mengawal proyek ini,” kata Eva dalam konfrensi pers di Jakarta, Selasa (23/9).
Eva mencontohkan, di Solo, Jawa Tengah, Polri bahkan mengambil alih tugas kepemimpinan sinergi MBG dengan agenda swasembada pangan. “Sudah ada 24 dapur-dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang mengatakan bahwa sekitar 91.000 warga bakal ada pelipatgandaan, dan itu dipimpin oleh Polri untuk mensinergikan program MBG dengan agenda swasembada pangan,” katanya.
Tak hanya Polri, Eva menyebut bahwa TNI juga terlibat dalam aspek logistik, produksi, dan distribusi pangan. Hal itu, kata dia, jelas menyalahi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.
“Dari keterlibatan TNI dan Polri ini kita bisa lihat bahwa banyak catatan menunjukkan pelaksanaan program tidak sesuai dengan tugas pokok TNI. UU sudah jelas mengatur, TNI tidak boleh mengambil alih fungsi sipil,” tegasnya.
Lebih jauh, ICW menyoroti dampak psikologis dan sosial terhadap anak dan lingkungan pendidikan sipil dari keterlibatan aparat di sekolah.
“Lingkungan sekolah seharusnya menjadi ruang aman dan ramah anak, bukan tempat kontrol militer. Fenomena ini memperlihatkan tren militerisasi ruang sipil yang bertentangan dengan prinsip demokrasi dan profesionalisme dalam pelayanan publik,” ujar Eva.
Atas dasar itu, Eva menegaskan bahwa pemerintah harus segera mengambil langkah korektif dalam program MBG yang seharusnya dikelola secara sipil.
“Keterlibatan TNI dan Polri dalam MBG harus dihentikan. Program ini seharusnya dikelola lembaga sipil dengan mekanisme pengawasan independen, bukan diarahkan ke ranah militer dan kepolisian,” pungkasnya.
ICW mencatat 3.594 kasus keracunan terkait MBG di enam provinsi sejak April hingga September 2025. Temuan itu tersebar di Jawa Barat, Sulawesi Tenggara, Bengkulu, Sumatera Selatan, Yogyakarta, Nusa Tenggara Barat, Banten, dan Jawa Timur.
ICW melakukan pemantauan langsung di Jakarta pada Januari–April 2025, kemudian dilanjutkan dengan pemantauan daring serta posko aduan. Pemantauan itu dilakukan bersama sejumlah koalisi masyarakat sipil, antara lain Kopaja (Koalisi Kawal Pendidikan Jakarta), FIAN Indonesia, dan Transparency International Indonesia (TII). (Dev/P-2)