SMA Unggul Garuda Baru: Harapan dan Tantangan

1 month ago 38
 Harapan dan Tantangan Ilustrasi.(MI/Seno)

PERSAINGAN antarbangsa dalam meraih kesejahteraan terletak pada kesiapan setiap bangsa membangun sistem pendidikan yang berkualitas. Presiden Prabowo Subianto sangat menyadari pentingnya Indonesia melahirkan anak-anak yang siap menghadapi tantangan zaman.

Langkah itu dilakukan dengan menyiapkan fisik anak-anak didik agar siap menyerap ilmu pengetahuan. Program makan bergizi gratis dimaksudkan agar perkembangan otak anak mencapai titik optimal dalam mendukung kecerdasan.

Kedua, mempersiapkan perangkat keras yang memadai mulai dari prasarana belajar mengajar yang berstandar internasional hingga tenaga pengajar mulai dari Kepala Sekolah hingga guru-guru.

Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 7 Tahun 2025 tentang Percepatan Pelaksanaan Program Pembangunan dan Revitalisasi Satuan Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah, Pembangunan dan Pengelolaan SMA Unggul Garuda dan Digitalisasi Pembelajaran menjadi tonggak penting dalam upaya ini.

SMA Unggul Garuda dirancang untuk menjadi pusat pendidikan menengah atas berstandar global, dengan kurikulum inovatif yang menggabungkan kurikulum nasional dan kurikulum internasional, fasilitas modern, dan sistem asrama. Tujuannya adalah, mempersiapkan generasi muda Indonesia agar mampu menembus perguruan tinggi kelas dunia sekaligus menjadi pemimpin masa depan bangsa.

Namun, keberhasilan program ini tidak hanya bergantung pada infrastruktur fisik atau kurikulum, melainkan terutama pada kualitas guru, kepala sekolah, dan tenaga kependidikan. Apalagi SMA Unggul Garuda terdiri dari SMA Unggul Garuda Transformasi dan SMA Unggul Garuda Baru.

Target pengembangan SMA Unggul Garuda Transformasi akan mencapai 80 SMA dan 20 SMA Unggul Garuda Baru pada 2029 nanti. Untuk 2025 telah ditetapkan 12 SMA Unggul Garuda Transformasi dan 4 SMA Unggul Garuda Baru. Empat sekolah itu sedang dalam proses pembangunan di Bangka Belitung, Kalimantan Utara, Sulawesi Tenggara, dan Nusa Tenggara Timur.

Tantangan

Tujuan yang mulia ini penuh dengan tantangan untuk bisa diraih. SMA Unggul Garuda misalnya, menuntut Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) yang memiliki kompetensi tinggi, karakter kuat, dan wawasan internasional dan bersedia bertugas di wilayah 3T, tertinggal, terdepan, terluar. Tantangan geografis, sosial, dan psikologis yang mereka hadapi menuntut perlindungan dan kesejahteraan yang dirancang secara khusus.

Pemerintah menargetkan rekrutmen sekitar 200 guru ASN pada 2025 untuk mengajar di empat SMA Unggul Garuda Baru, yang akan beroperasi pada tahun ajaran baru 2026. Kualifikasi yang ditetapkan cukup ketat sesuai dengan standard profesional guru seperti tercantum dalam UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen plus kualifikasi tambahan yang diperlukan sesuai karakteristik dan tujuan pendirian SMA Unggul Garuda.

Para guru di sekolah itu minimal pendidikan sarjana (S1) sesuai bidang dan harus lulus Pendidikan Profesi Guru (PPG). Ia juga harus berkarakter dan berwawasan global serta mampu berbahasa Inggris dengan baik sebagai nilai tambah.

Selain tantangan kualitas guru, tantangan juga muncul pada aspek kepala sekolah. Standar kualifikasi kepala sekolah tidak mungkin dapat dipenuhi oleh guru ASN baru, sehingga diperlukan mekanisme seleksi dari kepala SMA berpengalaman yang saat ini berstatus ASN Daerah (ASND). Di sinilah koordinasi lintas kementerian dan pemerintah daerah menjadi krusial, karena pelepasan kepala SMA terbaik dari daerah untuk ditempatkan di SMA Unggul Garuda membutuhkan kesepahaman dan kerja sama erat.

Kompleksitas tata kelola

Satu aspek lain yang menjadi tantangan adalah pengelolaan SMA Unggul Garuda Baru berada di bawah Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdikti-Saintek). Sementara urusan guru dan tenaga kependidikan menjadi domain Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemdikdasmen).

Belum lagi proses seleksi dan administrasi ASN berada di bawah kewenangan Kementerian PAN-RB dan Badan Kepegawaian Negara (BKN). Saat ini status kepegawaian guru ASN adalah ASN Daerah (Pemerintah Daerah), sementara Pemerintah Daerah berada di bawah koordinasi Kementerian Dalam Negeri.

Aspek kesejahteraan guru dan tenaga kependidikan juga memerlukan peran Kementerian Keuangan untuk mengalokasikan anggaran, termasuk kemungkinan pemberian tunjangan khusus. Agar tunjangan tersebut memiliki dasar hukum yang kuat, diperlukan Peraturan Presiden (Perpres), yang melibatkan Kementerian Hukum serta Sekretariat Negara.

Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan perannya menjadi sangat vital untuk mengoordinasikan dan menyinkronkan kebijakan lintas kementerian, agar percepatan pemenuhan kebutuhan GTK SMA Unggul Garuda dan penyelenggaraan pendidikan berjalan sesuai target. Dalam melakukan pengendalian, pemantauan dan evaluasi, Kemenko PMK harus bersinergi dengan Kantor Sekretariat Presiden, Bappenas dan BPKP.

Apabila pemerintah mampu melakukan koordinasi dengan baik, maka pemerintah kemudian harus melibatkan Komisi X DPR RI. Sebagai mitra kerja pemerintah di bidang pendidikan, Komisi X memiliki peran krusial dalam memastikan kebijakan yang berpihak pada GTK unggul ini mendapat dukungan politik, anggaran, dan regulasi yang memadai.

Pelibatan sejak awal Komisi X akan memperkuat legitimasi program, mempercepat sinkronisasi lintas kementerian, dan membuka ruang advokasi yang lebih luas di parlemen. Dengan dukungan legislatif, skema insentif, perlindungan hukum, dan jalur karier GTK SMA Unggul Garuda dapat dirancang lebih berkelanjutan dan berdampak jangka panjang. Pelibatan Komisi X sejak awal bukan hanya soal prosedur, tetapi soal komitmen bersama membangun Indonesia dari pinggiran.

Sinergi lintas kementerian

Pemenuhan guru dan kepala sekolah yang berasal dari ASN daerah (ASND) masih menghadapi tantangan mendasar. Tahun pertama menjadi fase krusial, di mana rekrutmen CPNS, P3K, non-ASN, hingga redistribusi lintas daerah harus bisa berjalan mulus. Masing-masing memiliki risiko karena akan dihadapkan kepada keterbatasan waktu, kepastian karier, dan kompleksitas pemindahan.

Risiko regulasi juga muncul jika Perpres terkait tunjangan belum terbit, karena berpotensi memengaruhi kesejahteraan dan motivasi pendidik. Di sisi lain, minimnya talenta yang bersedia berpindah menuntut skema karier yang transparan dan insentif relokasi yang kompetitif.

Kurikulum internasional yang menjadi ciri khas SMA ini memerlukan sertifikasi guru tepat waktu. Keterlambatan pelatihan bisa berdampak pada mutu pembelajaran. Alternatifnya, pemerintah dapat menjalin kerja sama pelatihan dengan penyedia kurikulum global dan menerapkan sistem co-teaching sebagai transisi.

Sistem asrama pun menuntut standar perlindungan anak yang ketat. Pemerintah perlu memastikan adanya prosedur safeguarding, audit berkala, dan pendampingan psikososial yang memadai.

Program SMA Unggul Garuda menuntut kolaborasi lintas kementerian dan lembaga untuk menjawab tantangan utama: pemenuhan guru berkualitas. Tanpa koordinasi solid dan komitmen yang kuat dari Kementerian/Lembaga terkait, visi pendidikan unggul hanya akan menjadi slogan.

Kita tidak boleh gagal menjalankan gagasan besar dari Pemerintahan Prabowo-Gibran ini. SMA Unggul Garuda bisa menjadi wajah baru pendidikan Indonesia di mata dunia, sekaligus menyiapkan anak-anak muda yang akan membawa Indonesia terbang tinggi.

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |