
KREASI dan inovasi pengelolaan sampah plastik menjadi bahan bakar minyak (BBM) dikembangkan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Muhammadiyah Kota Pekalongan, dari 5 kilogram sampah plastik dapat menghasilkan 40%-50% solar oktan rendah, minyak tanah dan premium.
Sampah masih menjadi persoalan yang terus terjadi terutama daerah perkotaan yang memiliki keterbatasan lahan sebagai tempat pembuangan akhir (TPA), karena setiap hari terus bertambah dan menumpuk hingga dalam waktu singkat penuh dan menimbulkan permasalahan yang sulit diatasi.
Selain muncul TPA liar dan larangan TPA terbuka serta ancaman penutupan, juga menjadi persoalan tersendiri dihadapi pemerintah daerah untuk mengatasi masalah sampah. Akibatnya, pemerintah daerah harus mengucurkan anggaran tambahan dengan nilai cukup besar mengatasi persoalan sampah tersebut.
Menghadapi persoalan sampah di sekolah yang kian besar terutama sampah plastik, SMK Muhammadiyah Kota Pekalongan sejak 2018 melakukan serangkaian penelitian untuk mengembangkan peralatan mesin pengolah sampah plastik menjadi bahan bakar minyak (BBM), bahkan sukses meraih Juara 1 Lomba Kreativitas dan Inovasi (Krenova) Kota Pekalongan.
Peralatan pengolahan sampah plastik menjadi BBM dikembangkan SMK Muhammadiyah Kota Pekalongan ini, ternyata tidak hanya mengatasi masalah sampah tetapi juga dapat menjadi sumber penghasilan yang luar biasa. Selain itu, juga menjadi alternatif baru mengatasi kebutuhan BBM karena menghasilkan 3 jenis BBM seperti solar oktan rendah, minyak tanah dan premium.
"Awalnya sekolah dipusingkan persoalan sampah yang terus bertambah, kemudian muncul ide pengolahan sampah plastik untuk didaur ulang menjadi bahan lain yang bermanfaat," kata Agus Riyadi, guru SMK Muhammadiyah Kota Pekalongan sekaligus penggagas ide pirolisis.
Mekanisme dan cara kerja alat tersebut, ungkap Agus Riyadi, yakni pertama kali adalah mengumpulkan sampah plastik seperti botol kemasan yang dimasukkan ke dalam wadah dandang besar, selanjutnya sampah dibakar selama sekitar satu jam dan didinginkan saat suhu tinggi dengan air atau lebih bagus dengan pompa di wadah berbeda.
Pada proses itu, menurut Agus Riyadi, akan keluar asap yang kemudian dialirkan melalui pipa-pipa yang sudah disiapkan hingga menghasilkan cairan BBM dengan volume yang cukup besar sekitar 40%-50%dari jumlah sampah yang diolah. "Kapasitas alat pirolisis bervariasi, tergantung ukuran sampah, jika plastik sudah tercacah kecil mampu menampung hingga 5 kilogram," tambahnya.
SOLUSI NYATA
Adanya pengembangan teknologi ini, demikian Agus Riyadi, akan menjadi solusi nyata untuk persoalan lingkungan di Kota Pekalongan, meskipun belum diproduksi secara massal dan masih dimanfaatkan kebutuhan internal sekolah, namun diharapkan menjadi lopor pendidikan berbasis riset dan lingkungan.
Kepala SMK Muhammadiyah Kota Pekalongan Khusnawan mengatakan ide pirolisis ini bukan sesuatu yang instan. Sekolah sudah melakukan penelitian dan pengembangan sejak 2018 dari mulai prototipe kecil berbentuk tabung gas, kini kapasitas pengolahannya diperbesar menjadi wadah menyerupai dandang besar.
“Proses pirolisis tersebut dihasilkan tiga jenis output utama yakni solar oktan rendah, minyak tanah dan premium, bahkan proses pembakaran dan pendinginan juga menghasilkan air sebagai residu, juga sudah diajarkan kepada peserta didik sebagai bagian dari pembelajaran berbasis proyek di sekolah," ujar Khusnawan. (E-2)