Ilustrasi(Freepik.com)
PERDANA Menteri Singapura, Lawrence Wong, dalam pidato National Day Rally (NDR) 2025 menyampaikan bahwa rokok elektronik atau vape akan diperlakukan sebagai masalah narkoba, dengan penerapan sanksi tegas termasuk hukuman penjara. Kebijakan ini diambil untuk melindungi masyarakat, terutama generasi muda, dari dampak buruk rokok elektronik.
Terkait hal itu, Ketua Ruang Kebijakan Kesehatan Indonesia (RUKKI) Mouhamad Bigwanto menilai langkah ini patut dicontoh oleh Indonesia. Pasalnya, jumlah pengguna rokok elektronik di Indonesia dalam kurun 10 tahun terakhir mengalami peningkatan yang signifikan.
"Tindakan tegas pemerintah Singapura perlu menjadi pelajaran bagi pemerintah Indonesia, bahwa rokok elektronik berbahaya bagi kesehatan sehingga harus diatur dengan ketat, kalau perlu pertimbangkan untuk dilarang seperti yang dilakukan oleh pemerintah Singapura,” ujarnya dalam keterangan resmi, Selasa (9/9).
Seperti diketahui, sejak 2018, penggunaan vape sudah dilarang di Singapura dengan ancaman denda hingga SGD 2.000. Namun, karena peredarannya semakin mengkhawatirkan, pemerintah kini menyamakan vape dengan narkoba. Pengguna dapat dikenakan ancaman pidana hingga penjara.
Hal senada disampaikan Beladenta Amalia, Project Lead of Tobacco Control Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives. Menurutnya, dampak vape bukan hanya pada kesehatan, tetapi juga membebani keuangan negara.
“Kita perlu ingat, setiap peningkatan jumlah perokok, termasuk pengguna vape, akan berujung pada lonjakan penyakit menular dan tidak menular yang biayanya ditanggung oleh sistem kesehatan nasional. Artinya, rakyat dua kali dirugikan: pertama karena kesehatan mereka terancam, kedua karena pajak mereka digunakan untuk menutup biaya pengobatan akibat kebijakan yang longgar. Ini ketidakadilan yang nyata,” tegasnya.
Di Indonesia, regulasi terkait vape sudah diatur dalam PP No. 28 Tahun 2024 sebagai turunan dari UU No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, yang mengatur kadar nikotin serta melarang penggunaan bahan tambahan tertentu.
Namun, para ahli menegaskan, tantangan terbesar adalah memastikan implementasi kebijakan berjalan efektif. Jika gagal, opsi pelarangan total seperti yang dilakukan Singapura dinilai bisa menjadi langkah tepat untuk melindungi masyarakat.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) juga mengingatkan bahaya vape setara dengan rokok konvensional. “Rokok elektronik mengandung nikotin yang sama adiktifnya dengan rokok konvensional. Klaim bahwa rokok elektronik dapat membantu berhenti merokok merupakan pandangan yang keliru. Bahkan, terdapat temuan bahwa liquid pada rokok elektronik mengandung narkoba,” ungkap Dr. dr. Feni Fitriani Taufik, M.Pd.Ked, pengurus PDPI. (H-2)


















































