Sidang Korupsi Gula: Saksi Nilai Jaksa Keliru soal Hitungan Bea Masuk Impor

1 month ago 28
 Saksi Nilai Jaksa Keliru soal Hitungan Bea Masuk Impor Sidang kasus dugaan korupsi impor gula dengan terdakwa Tony Wijaya di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.(Istimewa)

PERSIDANGAN kasus dugaan korupsi impor gula dengan terdakwa Tony Wijaya kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dalam sidang perkara nomor 63/Pid.Sus/TPK/2025 itu, saksi Budi Santoso, Direktur Akuntansi dan Keuangan PT Angels Product, mengungkap adanya kekeliruan mendasar dalam perhitungan kerugian negara yang dilakukan jaksa penuntut umum.

Budi Santoso yang hadir sebagai saksi "Out of Charge", menyatakan bahwa surat dakwaan menghitung kerugian negara dari Bea Masuk Impor untuk komoditas yang tidak pernah ada.

Pengacara terdakwa mengawali pemeriksaan dengan analogi. "Kemarin saya bercanda di sidang, 'Bisa tidak dihitung biaya masuk atas kontainer yang isinya hantu?' Itulah kira-kira analoginya," ujar pengacara. Ia kemudian menanyakan proses impor yang sebenarnya kepada Budi Santoso. Saksi menjelaskan, "Setahu saya, untuk pembayaran BMI, barang harus tiba terlebih dahulu, baru kita bisa bayar BMI-nya."

Pengacara kemudian memaparkan kejanggalan dalam dakwaan. "Sekarang, yang terjadi dalam dakwaan, Jaksa memakai perhitungan untuk GKP yang tidak pernah muncul, tidak pernah sampai di pelabuhan. Bahkan, Jaksa tidak tahu dari negara mana GKP itu berasal," tandas pengacara. 

Saksi membenarkan bahwa hal tersebut mustahil dilakukan dalam praktik kepabeanan yang sesungguhnya. "Setahu saya, tidak bisa, Pak. Harus berdasarkan barang yang nyata," tegas Budi.

Kekeliruan lain yang diungkap adalah pencampuran tarif. Pengacara menganalogikan, "Ibaratnya, saya memesan sesuatu, lalu mereka memakai harga suku cadang mobil biasa, tapi memakai tarif untuk mobil Lamborghini." Ia merujuk pada perhitungan dalam dakwaan yang menggunakan harga Gula Kristal Mentah tetapi menerapkan tarif Bea Masuk untuk Gula Kristal Putih yang lebih tinggi. Saksi menyetujui bahwa praktik semacam itu salah secara prosedur.

Lebih lanjut, saksi justru memaparkan data bahwa skema impor Gula Kristal Mentah yang dilakukan justru menguntungkan negara. Berdasarkan presentasi laporan keuangan, Budi Santoso menyebutkan "Dengan demikian, untuk tahun 2015 dan 2016, dari aktivitas penugasan ini, negara menerima total sekitar Rp717,773,000,000".

Angka ini jauh lebih besar dibanding perhitungan jaksa seandainya mengimpor Gula Kristal Putih yang hanya sekitar 580 miliar. "Jadi, selisihnya sekitar 137 miliar lebih. Menurut kami, justru dengan skema impor GKM ini, negara lebih untung sekitar 137 miliar," papar Budi.

Pengacara mengkonfirmasi, "Jadi, impor GKM jauh lebih menguntungkan bagi negara, selisih 137 miliar lebih. Begitu?" Saksi menjawab, "Iya, Pak. Data ini berdasarkan laporan keuangan PT Angels Product 2015-2016 dan hasil audit internal kami."

Keuntungan bagi negara ini berasal dari rantai produksi dalam negeri yang memunculkan berbagai jenis pajak seperti PPN, PPh Badan, dan PPh 21 karyawan, yang tidak akan muncul jika mengimpor gula jadi. (P-4) 

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |