Sidang Kasus Gula: Ahli Gunakan Harga GKM untuk Hitung Tarif GKP

1 month ago 35
 Ahli Gunakan Harga GKM untuk Hitung Tarif GKP Ilustrasi(Istimewa)

SIDANG lanjutan kasus korupsi impor gula di Pengadilan Tipikor pada PN  Jakarta Pusat, saksi ahli dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Chusnul Khotimah, kembali menjelaskan perhitungan kerugian negara. Menurut Chusnul, kerugian didasarkan pada selisih bea masuk antara gula kristal mentah (GKM) yang diimpor dan seharusnya menjadi gula kristal putih (GKP) untuk konsumsi.

Chusnul menegaskan bahwa gula yang masuk memang berstatus GKM dengan tarif bea masuk 5% (sekitar Rp550 per kilogram), padahal secara substansi seharusnya menggunakan tarif 10% (Rp790 per kilogram) untuk GKP, sehingga negara kehilangan selisih penerimaan tersebut. Perhitungan BPKP menyebut nilai kerugian negara hingga sekitar Rp578 miliar dalam perkara ini.

Pada persidangan Jumat (26/9), tim penasihat hukum terdakwa yang diketuai Hotman Paris Hutapea menyoroti metode perhitungan tersebut. Hotman menyatakan bahwa laporan audit BPKP menggunakan dasar harga GKM tetapi menerapkan tarif 10% GKP.

“Yang masuk ini GKM, sementara harga GKP Anda rekayasa, rekayasa ini,” ujar Hotman Paris mencecar saksi ahli Chusnul.

Ia mempertanyakan dari mana asal CIF gula putih yang dihitung, padahal faktanya impor yang masuk adalah gula mentah. Pengacara ini berpendapat bahwa perhitungan dengan cara tersebut tidak masuk akal, karena bila barang belum ada, dasar harga GKP hanya di-“rekayasa” dari harga GKM.

Menanggapi hal itu, Chusnul Khotimah menjelaskan bahwa BPKP menggunakan pendekatan professional judgment. “Iya, jadi tadi ketika melihat penyimpangan… importasi GKM, maka kami menggunakan CIF GKM untuk menghitung CIF GKP, kenapa? karena barang yang masuk GKM… harga CIF GKP itu lebih tinggi dari CIF GKM,” kata Chusnul.

Artinya, audit memang memakai nilai CIF gula mentah untuk mengestimasi CIF gula putih, dengan asumsi harga gula putih selalu lebih mahal. Pernyataan ini mengakui bahwa dasar perhitungan kerugian adalah harga GKM, tetapi dilanjutkan dengan tarif seharusnya 10%.

Hotman Paris tidak puas dan meminta jawaban pasti. Ia menegaskan, “Tiba-tiba Anda menghitung GKP tetapi dasar harganya GKM, saya enggak tanya alasan”.

Ketua majelis sempat menginterupsi bahwa pertanyaan tersebut sudah terjawab, tetapi Hotman tetap memeriksa dokumen audit yang ditunjukkannya. Ia bertanya lagi, “Benar enggak yang tertulis di sini, bahwa yang dihitung sebagai kerugian negara adalah harga GKM + 10 persen tarif?”.

Chusnul akhirnya mengiyakan dengan singkat, "Baik, memang pengalihan dari CIF GKM”. Pengakuan tersebut memperkuat bahwa perhitungan BPKP menggunakan harga GKM dengan tarif 10% seolah-olah barang tersebut adalah GKP.

Kasus korupsi gula ini melibatkan sembilan tersangka perusahaan swasta. Di antara mereka adalah Tony Wijaya NG (Dirut PT Angels Products), Then Surianto (PT Makassar Tene) dan Hansen Setiawan (PT Sentra Usahatama Jaya). Dalam dakwaan disebut Tony Wijaya diduga memperkaya diri hingga Rp150,8 miliar, Then Surianto Rp39,2 miliar, dan Hansen Setiawan Rp41,3 miliar. 

Perkara ini awalnya menjerat mantan Mendag Thomas Trikasih Lembong yang divonis 4,5 tahun, tetapi kemudian menerima abolisi Presiden dan bebas pada Agustus 2025. Proses persidangan kini terus berlanjut untuk mendalami metode perhitungan kerugian negara dan keterlibatan para pihak dalam kebijakan impor gula tersebut. (P-4)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |