Serangan udara Israel di Kota Gaza, Palestina, Jumat (5/9/2025)(Xinhua)
KELOMPOK Hamas di Palestina pada Kamis (9/10) pagi mengumumkan kesediaannya untuk menerima tahap pertama rencana gencatan senjata Gaza yang diusulkan oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.
Dalam pernyataannya, Hamas menyampaikan apresiasi terhadap peran mediasi yang dilakukan oleh Turki, Qatar, dan Mesir.
Melalui pengumuman resmi yang disampaikan di kanal Telegram, Hamas menyebut bahwa kesepakatan tersebut mencakup penghentian perang di Jalur Gaza, penarikan pasukan Israel, masuknya bantuan kemanusiaan, serta pertukaran tahanan antara kedua pihak.
"Kami sangat menghargai upaya saudara-saudara mediator kami di Qatar, Mesir, dan Turki. Kami juga mengapresiasi upaya Presiden AS Donald Trump, yang bertujuan untuk mengakhiri perang secara tuntas dan memastikan penarikan penuh pasukan pendudukan Israel dari Jalur Gaza," tulis Hamas dalam pernyataan tersebut dikutip Anadolu, Kamis (9/10).
Seruan Hamas untuk Tekanan Internasional
Hamas menyerukan kepada negara-negara penjamin perjanjian gencatan senjata, negara-negara Arab dan Islam, serta komunitas internasional untuk menekan Israel agar mematuhi seluruh ketentuan yang telah disepakati.
"Kami menekankan bahwa pengorbanan rakyat kami tidak akan sia-sia, bahwa kami akan tetap setia pada janji kami, dan tidak akan melepaskan hak-hak nasional kami seperti kebebasan, kemerdekaan, dan penentuan nasib sendiri," lanjut pernyataan itu.
Seruan ini mempertegas sikap Hamas yang menuntut jaminan internasional atas pelaksanaan kesepakatan agar Israel tidak kembali melanggar komitmen gencatan senjata.
Respons Dunia setelah Pengumuman Trump
Pernyataan Hamas disampaikan hanya beberapa jam setelah Presiden Donald Trump mengumumkan bahwa Israel dan Hamas telah menandatangani tahap pertama kesepakatan perdamaian Gaza yang diusulkan oleh Washington.
Dalam rencana tersebut, Trump menegaskan bahwa pembebasan sandera dan penarikan pasukan Israel menjadi langkah awal menuju perdamaian yang kuat dan abadi.
Pengumuman ini disambut baik oleh Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, yang sebelumnya memuji terobosan diplomatik Amerika Serikat, Qatar, Mesir, dan Turki dalam menciptakan peluang perdamaian di Gaza.
Gaza masih Hadapi Krisis Kemanusiaan Serius
Sejak dimulainya agresi militer Israel pada Oktober 2023, lebih dari 67.200 warga Palestina dilaporkan tewas di Jalur Gaza. Sebagian besar korban merupakan perempuan dan anak-anak.
Serangan udara dan blokade yang terus berlanjut membuat wilayah itu hampir tidak layak huni, dengan krisis kemanusiaan parah meliputi kekurangan makanan, air bersih, listrik, dan layanan medis bagi jutaan warga sipil. (Fer/I-1)


















































