Sesuai Perkiraan, Pertumbuhan PDB Indonesia melambat di Kuartal III 2025

2 hours ago 1
Sesuai Perkiraan, Pertumbuhan PDB Indonesia melambat di Kuartal III 2025 Ilustrasi(Freepik.com)

KEPALA Departemen Riset Makroekonomi & Pasar Keuangan Bank Permata, Faisal Rachman turut memberikan komentar atas pertumbuhan ekonomi kuartal III 2025 yang berada di angka 5,04% atau melambat jika dibandingkan dengan kuartal II 2025 yang berada di angka 5,12%

"Perlambatan ini mencerminkan normalisasi musiman setelah periode hari raya keagamaan pada kuartal sebelumnya, yang biasanya mendorong konsumsi rumah tangga lebih tinggi. Secara kumulatif, pertumbuhan dalam sembilan bulan pertama tahun 2025 mencapai sekitar 5,01% (yoy), meningkat dari pertumbuhan di bawah 5% (yoy) yang tercatat pada paruh pertama 2025, menandakan arah pertumbuhan yang berangsur menguat," kata Faisal, Rabu (5/11).

Dirinya menambahkan, dari sisi pengeluaran, pertumbuhan PDB pada Kuartal III 2025 terutama didorong oleh lonjakan signifikan dalam belanja pemerintah dan kinerja ekspor neto yang lebih kuat. Belanja pemerintah melonjak dari kontraksi -0,33% (yoy) di Kuartal II 2025 menjadi ekspansi 5,49% (yoy) di Kuartal III 2025, didukung oleh langkah-langkah pemerintah yang berorientasi pada pertumbuhan. 

"Ekspor neto juga membaik karena perlambatan impor lebih tajam dibandingkan ekspor. Pertumbuhan impor melambat signifikan dari 11,48% (yoy) menjadi 1,18% (yoy), mencerminkan pelemahan investasi yang turun dari 6,99% (yoy) menjadi 5,04% (yoy), serta penurunan impor jasa setelah berakhirnya masa liburan sekolah dan musim haji," bebernya.

Sementara itu, pertumbuhan ekspor mengalami sedikit perlambatan dari 10,95% (yoy) menjadi 9,91% (yoy), didukung oleh permintaan yang tetap kuat terhadap CPO (minyak sawit mentah), besi & baja, mesin listrik, serta meningkatnya jumlah wisatawan asing selama musim liburan musim panas. Perlambatan ini, lanjut Faisal, terutama disebabkan oleh normalisasi setelah meningkatnya permintaan dari AS menjelang penerapan tarif resiprokal pada Agustus 2025. 

"Konsumsi rumah tangga—komponen terbesar PDB—tumbuh lebih lambat sebesar 4,89% (yoy), dibandingkan 4,97% (yoy) pada kuartal sebelumnya akibat normalisasi setelah lonjakan musiman pengeluaran selama periode hari raya di Kuartal II 2025," imbuhnya.

Maka dari itu, Faisal memperkirakan pertumbuhan PDB Indonesia pada 2025 akan tetap berada di sekitar rata-rata 10 tahun terakhir, yakni sekitar 5%, didukung oleh kebijakan pemerintah yang pro-pertumbuhan.

"Kami masih melihat bahwa prospek pertumbuhan PDB Indonesia menghadapi sejumlah tantangan, sehingga penting untuk mempertahankan kebijakan ekonomi yang ekspansif, khususnya melalui percepatan realisasi belanja pemerintah, terutama pada sektor-sektor produktif dengan efek pengganda tinggi," sebutnya.

Sementara untuk konsumsi rumah tangga, diperkirakan akan mendapatkan momentum seiring perbaikan kondisi pasar tenaga kerja dan inflasi yang tetap terkendali. Prospek investasi juga tetap positif, didukung oleh ekspektasi pasar terhadap pemangkasan suku bunga kebijakan, baik global maupun domestik, yang akan menurunkan biaya pinjaman/pembiayaan dan memperkuat kepercayaan investor untuk memperluas usaha. 

"Namun, faktor-faktor ini juga dapat memicu peningkatan impor karena sebagian besar impor Indonesia berupa barang modal dan bahan baku," terangnya.

Di samping itu, ia menilai bahwa kemungkinan impor akan tumbuh lebih cepat daripada ekspor karena ekspor masih tertahan oleh perang dagang yang berlanjut dan perlambatan ekonomi Tiongkok. Kendati demikian, ketegangan perdagangan secara bertahap mulai mereda karena pemerintah AS menunjukkan sikap yang lebih terbuka terhadap negosiasi.

"Secara keseluruhan, kami memproyeksikan pertumbuhan PDB Indonesia pada kisaran 5,0–5,1% untuk tahun 2025 (dibandingkan 5,03% pada 2024). Ini merupakan revisi naik dari perkiraan sebelumnya yang memproyeksikan pertumbuhan PDB tahunan sedikit di bawah 5%," tuturnya.

Menatap 2026

Menjelang 2026, Faisal menilai risiko utama terhadap prospek ekonomi Indonesia secara umum masih sejalan dengan tahun ini. Dari sisi eksternal, ketidakpastian terkait perang dagang, ketegangan geopolitik, dan lambatnya pemulihan ekonomi Tiongkok akan terus menjadi tantangan. 

"Namun, stagnasi ekonomi global secara umum menunjukkan bahwa tekanan inflasi akan tetap rendah, membuka ruang bagi pemangkasan suku bunga lebih lanjut yang dapat mendorong sentimen positif terhadap pasar negara berkembang seperti Indonesia," beber Faisal.

Sementara dari sisi domestik, Faisal menegaskan bahwa menjaga stabilitas politik akan menjadi kunci. Meskipun masih ada ruang untuk ekspansi fiskal dan moneter lebih lanjut, pembuat kebijakan harus menjaga keseimbangan antara mendukung pertumbuhan dan menjaga stabilitas makroekonomi, karena defisit transaksi berjalan (CAD) dapat melebar di tengah friksi perdagangan, dan defisit fiskal dapat meningkat akibat kebijakan yang pro-pertumbuhan. (H-2)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |