Aksi menolak pemberian gelar pahlawan nasional Soeharto.(Dok. Antara)
PRESIDEN ke-2 Republik Indonesia Soeharto diusulkan kembali menjadi pahlawan nasional pada peringatan hari pahlawan 10 November mendatang.
Menteri Sosial Saifullah Yusuf sendiri telah menyerahkan 40 nama tokoh yang diusulkan mendapat gelar pahlawan nasional. Usulan itu diserahkan kepada Menteri Kebudayaan sekaligus Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan (GTK) Fadli Zon.
Beberapa tokoh yang diusulkan di antaranya Presiden ke-2 RI Soeharto, Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur), serta aktivis buruh perempuan asal Nganjuk, Marsinah.
Fadli Zon mengatakan bahwa pengajuan Soeharto sebagai pahlawan nasional memenuhi syarat. “Untuk nama-nama itu memang semuanya seperti saya bilang memenuhi syarat, termasuk nama Presiden Soeharto, yang sudah tiga kali bahkan diusulkan,” ujarnya baru-baru ini.
Di lain pihak, Wakil Menteri Sosial Agus Jabo Priyono menegaskan bahwa status Pahlawan Nasional terbuka bagi siapapun yang berjasa bagi bangsa dan negara. “Siapapun yang berjuang untuk kemerdekaan bangsa Indonesia berhak mendapat penghormatan sebagai Pahlawan Nasional, dan negara pantas menempatkan mereka sebagai tokoh berjasa,” tegasnya.
Ia juga menilai bahwa perdebatan tentang masa lalu tidak seharusnya terus membelah bangsa. “Sekarang saya ingin rakyat Indonesia bisa keluar dari kemiskinan. Itu sebabnya kami terus menjalankan program prioritas Presiden,” katanya.
Terkait munculnya kembali nama Soeharto, Agus Jabo menjelaskan bahwa usulan tersebut berasal dari Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, dan bukan yang pertama kali.
“Jadi, pada tahun 2010 sempat diusulkan pada masa pemerintahan Presiden SBY, kemudian pada tahun 2015, di masa Presiden Jokowi, kembali diusulkan. Kini pengusulan sebagai Pahlawan Nasional diajukan kembali,” katanya.
Ada tiga aspek utama yang menjadi dasar penilaian, pertama jasa dan kontribusi tokoh tersebut bagi bangsa dan negara, kedua kelengkapan administratif sesuai ketentuan, dan terakhir kesesuaian prosedural dalam proses pengusulan.
Ia menjelaskan bahwa proses ini panjang dan berjenjang. Usulan bisa datang dari masyarakat, lembaga, atau pemerintah daerah. Setiap calon terlebih dulu dikaji oleh Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Daerah (TP2GD) di tingkat kabupaten atau kota. Setelah itu naik ke provinsi, dan baru diteruskan ke TP2GP di bawah koordinasi Kementerian Sosial.
Tim ini beranggotakan 13 orang, terdiri atas para peneliti dari tiga pusat kajian yang memiliki kompetensi di bidangnya. TP2GP inilah yang kemudian melakukan kajian terhadap usulan penganugerahan gelar Pahlawan Nasional.
Setelah hasil kajian selesai, rekomendasi dari tim tersebut disampaikan kepada Menteri Sosial untuk ditandatangani. Selanjutnya, berkas diteruskan ke Dewan Gelar di Istana Kepresidenan untuk dikaji kembali secara lebih mendalam.
Tahap akhir adalah keputusan oleh Presiden, yang menetapkan apakah seseorang atau tokoh tersebut berhak menerima gelar Pahlawan Nasional atau tidak. “Jadi, Kementerian Sosial hanya menyalurkan (usulan) sesuai dengan prosedur yang berlaku,” jelasnya.
Di lain pihak, Ketua Dewan Nasional Setara Institute, Hendardi menilai bahwa usulan ini sebagai bentuk pengkhianatan terhadap reformasi yang telah dibangun oleh bangsa Indonesia sejak 1998 dan proses transisi menuju negara yang demokratis dan menghormati HAM.
“Kami menolak pemberian gelar Pahlawan kepada Soeharto tidak lepas dari warisan orde baru yang berlumuran peristiwa pelanggaran HAM, rezim otoriter yang tidak segan menghilangkan nyawa rakyat Indonesia, dan tindakan represif militeristik terhadap ekspresi, pemberangusan terhadap pendapat yang berbeda, dan melanggengkan praktik korupsi menjadi mengakar. Sayangnya, semua kasus pelanggaran HAM itu juga belum ada satupun yang dapat diungkap dan memberikan keadilan kepada masyarakat,” tegasnya.
Sementara itu, keputusan ini juga mendapatkan beragam tanggapan dari warganet. Ada yang mengaku setuju dengan usulan gelar pahlawan untuk Presiden ke-2 RI itu dan ada juga yang masih mempertanyakannya.
Ada yang menilai bahwa Indonesia di tangan Soeharto pada saat itu dinilai makmur, sejahtera serta dapat membawa Indonesia disegani negara lain karena peran aktifnya di dunia internasional.
Warganet juga menilai bahwa Soeharto merupakan sosok bapak pembangunan Indonesia dan di zamannya, pembangunan di berbagai sektor dinilai pesat. (H-3)


















































