Sekolah Bisa Mengajukan Tuntutan terkait Kasus Keracunan MBG

1 month ago 27
Sekolah Bisa Mengajukan Tuntutan terkait Kasus Keracunan MBG Sejumlah siswa dirawat di rumah sakit karena keracunan MBG.(Antara)

Menyusul maraknya kasus keracunan Makan Bergizi Gratis (MBG) di berbagai daerah di Tanah Air, Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji, menegaskan bahwa pihak sekolah dapat mengajukan tuntutan kejadian tersebut kepada pihak berwajib dan bahkan menolak program tersebut.

“(Sekolah) bisa (mengajukan tuntutan) dan sekolah berhak untuk menolak MBG. Bisa lapor ke penegak hukum soal kelalaian dan mengamcam keselamatan jiwa anak,” ungkapnya kepada Media Indonesia, Rabu (24/9).

Adapun JPPI mencatat lima dosa besar yang dilakoni Pemerintah bersama DPR dalam kebijakan MBG ini.

“Pertama, UUD 1945 Pasal 31 ayat 4 mengamanatkan minimal 20% APBN dialokasikan untuk pendidikan. Anggaran pendidikan ini seharusnya digunakan murni untuk kebutuhan dasar Pendidikan pendidikan, bukan dialihkan untuk program “makan-makan”. Setelah dipangkas Rp223 triliun, anggaran pendidikan tinggal 14% dari total APBN, jauh di bawah amanat konstitusi 20%,” ungkapnya dilansir dari keterangan resmi, Rabu (24/9).

Pemerintah berdalih anggaran pendidikan tahun depan naik menjadi Rp757,8 triliun. Namun kenyataannya, kenaikan itu semu karena ratusan triliun tersedot untuk program MBG, bukan untuk menjamin dan melindungi hak anak atas Pendidikan. Hingga kini, putusan MK No.3/PUU-XXII/2024 terkait sekolah tanpa dipungut biaya, yang bertujuan untuk melindungi hak anak atas pendidikan, belum juga bisa dilaksanakan karena terganjal program MBG ini.

JPPI menegaskan kebutuhan gizi anak memang penting, tetapi tidak boleh menyingkirkan hal fundamental yang merupakan kebutuhan dasar pendidikan yang hingga kini belum juga terpeuhi. Saat ini, lebih dari 60% bangunan sekolah dasar dalam kondisi rusak, jumlah sekolah menenagh masih sangat kurang, sarana penunjang sekolah juga masih sangat minim, dan juga jutaan guru yang belum tersertifikasi dan belum sejahtera. Ini semua harus didahulukan karena bagian dari kebutuhan dasar yang dijamin konstitusi yang harus dipenuhi dan diperioritaskan.

“Sejak awal, program MBG sarat konflik kepentingan politik dan ekonomi. Skema program yang dipaksakan ini lebih mirip proyek mercusuar untuk kepentingan elektoral ketimbang layanan publik. Dengan alokasi anggaran super jumbo Rp335 triliun tanpa mekanisme pengawasan yang memadai, MBG berpotensi besar menjadi ladang bancakan korupsi oleh para elit politik. Alih-alih menyehatkan anak bangsa, MBG justru berisiko berubah menjadi proyek rente dan suap berjamaah yang menggerogoti uang rakyat dan mengancam keselamatan nyawa anak,” tegas Ubaid.

Atas problem sistem dan tata kelola yang amburadul, alih-alih melakukan penghentian dan evaluasi total program MBG, DPR mengamini langkah Pemerintah yang memilih terus melanjutkan program ini. Publik diperlakukan seolah tidak punya suara dan tidak punya hak untuk menuntut keselamatan anak-anaknya.

Untuk itu, JPPI menuntut tetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB) atas kasus keracunan massal MBG, hentikan sementara MBG dan lakukan evaluasi menyeluruh, hentikan praktik pengalihan anggaran pendidikan ke MBG, realokasi kembali Rp223 triliun untuk kepentingan esensial pendidikan yaitu peningkatan kualitas dan kesejahteraan guru, infrastruktur sekolah, serta akses pendidikan tanpa dipungut biaya, serta libatkan masyarakat sipil dan pemangku kepentingan pendidikan dalam setiap perumusan kebijakan anggaran.

“DPR dan Pemerintah bersama-sama telah mengkhianati UUD 1945. Mereka merampas hak anak Indonesia atas pendidikan dan memporak-porandakan masa depan bangsa demi proyek populis bernama MBG,” pungkas Ubaid. (E-3)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |