Sebanyak 1,9 juta KPM Dicoret dari Daftar Penerima Bansos

1 month ago 29
Sebanyak 1,9 juta KPM Dicoret dari Daftar Penerima Bansos Menteri Sosial Syaifullah Yusuf (kanan) bersama mantan menteri pendidikan, M. Nuh, di Bandung, Kamis (25/9/2025).(MI/Bayu Anggoro)

SEBANYAK 1,9 juta keluarga penerima manfaat (KPM) resmi dicoret dari daftar penerima bantuan sosial (Bansos) 2025. Mereka dicoret karena dinilai telah mampu secara ekonomi dan tidak lagi memenuhi kriteria. 

Hal ini disampaikan Menteri Sosial Syaifullah Yusuf, di Bandung, Kamis (25/9). Bahkan, dia menyebut terdapat sekitar 600 ribu penerima lainnya yang bermasalah karena terindikasi kuat melakukan penipuan, termasuk dengan mengaku-ngaku sebagai anggota TNI/Polri, hingga dokter untuk mengambil keuntungan pribadi.

Syaifullah menjelaskan, langkah tegas itu merupakan bagian dari revolusi data yang diamanatkan melalui Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 Tahun 2025. Menurutnya, era penyaluran bansos yang abu-abu telah berakhir dan kini digantikan dengan sistem yang transparan, akurat, dan dapat dipertanggungjawabkan.

"Kita tidak main-main. Setelah seluruh data dari kementerian dan daerah dikonsolidasikan oleh BPS, kami melakukan verifikasi dan validasi langsung ke lapangan," katanya.

Dari hasil verifikasi tersebut, menurutnya, dari 12 juta rumah yang didatangi pendamping, ditemukan lebih dari 1,9 juta penerima yang sudah naik kelas atau tidak lagi berhak. Tak sampai di situ, Kementerian Sosial menyerahkan lebih dari 30 juta nomor induk kependudukan (NIK) penerima bansos kepada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

"Hasilnya ditemukan sekitar 600 ribu NIK terindikasi menyalahgunakan dana bansos. Data ini sedang kami dalami, dan bagi mereka yang terbukti melanggar, bansosnya akan kami hentikan seketika. Tidak ada toleransi bagi penyelewengan," katanya.

Meski melakukan pengetatan, dia memastikan masyarakat yang benar-benar membutuhkan tidak akan kehilangan haknya. Pintu reaktivasi dibuka lebar melalui berbagai jalur, mulai dari desa/kelurahan, aplikasi SIGNG, pendamping Kemensos, hingga Dinas Sosial setempat.

Digitalisasi dan Kontrol Publik

Untuk mencegah masalah serupa terulang, Kemensos bekerja sama dengan Dewan Ekonomi Nasional melalui Komite Transformasi Digital untuk membangun sistem penyaluran bansos yang modern. Sistem itu memungkinkan partisipasi aktif masyarakat untuk memberikan usulan maupun sanggahan terhadap calon penerima bansos.

"Uji coba sudah kami lakukan di dua desa di Banyuwangi dan hasilnya luar biasa. Partisipasi masyarakat sangat tinggi. Ini menciptakan mekanisme check and balance alami, warga bisa saling mengawasi dan mengingatkan siapa yang layak dan tidak layak menerima," ucapnya.

Seiring dengan itu, pemerintah tengah menyiapkan Kartu Kesejahteraan Sosial yang akan mengintegrasikan seluruh jenis bantuan, mulai dari Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Sembako, hingga Kartu Indonesia Pintar (KIP). Dengan kartu tunggal, transparansi akan terjaga dan publik bisa memantau aliran bantuan.

"Sesuai arahan Presiden, jumlah bansos tidak akan dikurangi, tetapi dialihkan kepada mereka yang jauh lebih berhak. Perhatian khusus diberikan ke berbagai daerah seperti Bandung, Cirebon, Sumedang, Bogor, Cimahi, dan Bekasi," katanya.

Di tempat yang sama, Mantan Menteri Pendidikan, Mohammad Nuh, mendukung kegiatan Kemensos termasuk mengembangkan Sekolah Rakyat sebagai solusi fundamental untuk memutus rantai kemiskinan. Program ini terinspirasi dari pemikiran pakar PBB, Olivier De Schutter, yang mengkritik pendekatan bertumbuh dulu, distribusi kemudian karena hanya memperkaya segelintir orang.

"Pendekatan baru ini memastikan kaum miskin mendapat akses langsung terhadap layanan dasar seperti pendidikan, kesehatan, dan usaha produktif, sejalan dengan tujuan pertama SDGs tentang penghapusan kemiskinan," kata M. Nuh. Tahun ini, kata dia, jumlah Sekolah Rakyat ditargetkan mencapai 165 titik dengan 16 ribu siswa dari SD hingga SMA.

Keunikannya, sejak awal siswa tidak hanya dinilai dari prestasi akademik, tetapi juga diarahkan sesuai bakat dan talenta masing-masing. 

"Sekolah Rakyat kami harapkan menjadi sekolah pertama yang mampu memprediksi potensi masa depan siswanya sejak SMA. Dengan begitu, intervensi pengentasan kemiskinan menjadi lebih tepat sasaran dan efektif," katanya. (BY/E-4)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |