
RATUSAN pesawat nirawak dan rudal yang diluncurkan dari berbagai arah menghantam Ibu Kota Ukraina, Kyiv, pada Rabu (9/7) malam hingga kemarin. Ini menandai malam kedua berturut-turut serangan skala besar dari Rusia. Serangan ini tampaknya merupakan taktik baru untuk mengacaukan sistem pertahanan udara Ukraina.
Menurut otoritas setempat, sedikitnya dua orang tewas, termasuk seorang polisi perempuan, 22. Lebih dari selusin lain mengalami luka-luka.
CNN melaporkan bahwa ledakan besar tampak di langit malam Kyiv. Asap pekat menyelimuti kota dan meninggalkan bau terbakar yang menyengat.
Beberapa pesawat nirawak bahkan terbang melewati kota sebelum berbalik arah secara tiba-tiba dan kembali menyerang. Inilah yang membuat sistem pertahanan menjadi kewalahan.
"Ini jelas merupakan peningkatan teror oleh Rusia," kata Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky. Ia akan berdiskusi dengan negara-negara sekutu terkait dukungan pertahanan tambahan. "Begitu banyak upaya telah dilakukan untuk mencapai perdamaian dan gencatan senjata, tetapi Rusia menolak semua," tambah Zelensky.
Serangan malam itu berlangsung lebih dari 10 jam. Rusia dilaporkan meluncurkan 400 pesawat nirawak dan 18 rudal, termasuk delapan rudal balistik. Serangan datang sehari setelah serangan pesawat nirawak terbesar sejak invasi dimulai dengan 728 drone dan 13 rudal ditembakkan ke berbagai wilayah Ukraina.
Tekanan internasional terhadap Rusia pun kembali meningkat. Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa (ECHR) baru saja mengeluarkan putusan bahwa Rusia dinilai melakukan pelanggaran berat terhadap hukum internasional sejak invasi besar-besaran pada Februari 2022.
Di sisi lain, hubungan antara Moskow dan Washington makin tegang. Presiden AS Donald Trump melontarkan kritik keras terhadap Presiden Rusia Vladimir Putin. "Kita menerima banyak omong kosong yang dilemparkan kepada kita oleh Putin," ujar Trump dalam rapat Kabinet.
Dia juga menyatakan komitmennya untuk mengirim tambahan bantuan pertahanan ke Ukraina. Moskow merespons dengan santai ancaman itu.
"Trump secara umum cenderung menggunakan gaya dan ekspresi yang cukup keras," kata juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, sambil menyatakan harapan agar dialog dengan AS tetap berlanjut.
Pada Selasa (8/7), ada laporan menyebutkan bahwa Trump mengatakan dalam pertemuan tertutup dengan para donatur tahun lalu bahwa ia pernah berusaha menghalangi Putin menyerang Ukraina dengan mengancam akan mengebom habis-habisan Moskow sebagai balasan. (I-2)