Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia menjawab pertanyaan wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (3/11/2025).(Antara)
                            GURU Besar Ilmu Filsafat Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Romo Franz Magnis Suseno, tegas menyatakan Presiden ke-2 RI, Soeharto, tidak layak dianugerahi gelar pahlawan nasional. Itu disampaikan Magnis dalam konferensi pers di Kantor LBH Jakarta, Selasa (4/11).
Romo Magnis, demikian ia karib disapa, mengakui jasa besar Soeharto di beberapa bidang. Namun, ia menegaskan bahwa jasa tersebut tidak dapat menutupi rekam jejak pelanggaran berat, pelanggaran etika, korupsi, dan genosida.
“Tapi untuk menjadi seorang pahlawan nasional dituntut lebih dari sekadar itu. Seorang pahlawan seharusnya tidak melakukan hal-hal yang jelas melanggar etika dan kejahatan,” tegas Romo Magnis dalam konferensi pers di Kantor LBH Jakarta, Selasa (4/11).
Ahli filsafat moral itu juga mengakui Soeharto memang memiliki kontribusi besar dalam membawa Indonesia keluar dari krisis ekonomi di masa akhir Demokrasi Terpimpin.
"Tidak disangkal sama sekali bahwa Soeharto adalah presiden yang hebat dan membawa Indonesia keluar dari krisis ekonomi. Bahkan, beliau juga membuat Indonesia diakui di dunia internasional," ujarnya.
Ia juga mengapresiasi langkah Soeharto menolak konfrontasi dengan Malaysia dan memperkuat ASEAN. "Saya kira sangat penting bahwa beliau sejak semula menolak konfrontasi dengan Malaysia, dan sebaliknya membuat Indonesia menjadi bagian dari ASEAN yang tidak menakutkan. Jadi, jasa Pak Harto tidak perlu disangkal," katanya.
Namun, menurut dia, seorang pahlawan nasional dituntut lebih dari itu.
"Tapi untuk menjadi seorang pahlawan nasional dituntut lebih dari sekadar itu. Seorang pahlawan seharusnya tidak melakukan hal-hal yang jelas melanggar etika dan kejahatan," tegas Romo Magnis.
1965-1966 Disebut Genosida Terbesar Abad ke-20
Romo Magnis menyoroti dua alasan utama yang membuat Soeharto tidak bisa diangkat menjadi pahlawan nasional.
Pertama adalah pelanggaran HAM Berat dan Genosida 1965: "Tidak bisa disangkal juga bahwa Soeharto adalah pihak yang paling bertanggung jawab atas satu dari lima genosida terbesar umat manusia di abad ke-20 yaitu pembunuhan massal tahun 1965-1966, antara 800 ribu hingga 3 juta orang menjadi korban," ungkapnya.
Kedua adalah Korupsi dan Nepotisme: "Salah satu alasan mengapa Soeharto tidak boleh menjadi pahlawan adalah karena dia melakukan korupsi besar-besaran dengan memperkaya keluarga, orang-orang dekatnya, dan dirinya sendiri," tegas Romo Magnis.
Romo Magnis menilai praktik korupsi dan nepotisme yang merajalela bertentangan dengan nilai-nilai dasar seorang pahlawan bangsa.
"Pahlawan nasional seharusnya tanpa pamrih dalam memajukan bangsa dan tidak mencari keuntungan pribadi. Jadi bagi saya, ini alasan yang sangat kuat bahwa Presiden Soeharto tidak bisa menjadi pahlawan," pungkasnya.
Ketua Umum Partai Golkar, Bahlil Lahadalia, menemui Presiden RI Prabowo Subianto di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (3/11/2025). Dalam pertemuan tersebut, Bahlil mengajukan permohonan agar Presiden Soeharto diangkat menjadi pahlawan nasional.
Bahlil menyatakan, pengajuan ini didasarkan pada keputusan rapat Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar. Ia juga memuji jasa Soeharto, termasuk keberhasilannya dalam membangun kedaulatan pangan dan energi, mengendalikan inflasi, serta menempatkan Indonesia sebagai kekuatan ekonomi yang diperhitungkan di Asia pada masanya. (Dev/I-1)


















































