Revolusi Pendidikan Bermutu untuk Semua

8 hours ago 2
MI/Seno MI/Seno(Dok. Pribadi)

"Education is the most powerful weapon which you can use to change the world."

- Nelson Mandela

BELUM lama ini, terdapat enam lembaga survei yang merilis hasil temuan mereka terkait dengan kinerja menteri-menteri yang tergabung dalam Kabinet Merah Putih, pemerintahan Prabowo Subianto, selama setahun ini. Menariknya, hasil survei dari keenam lembaga tersebut menunjukkan Abdul Mu'ti, selaku menteri pendidikan dasar dan menengah, berhasil meraih apresiasi publik dan berada di peringkat pertama dan ketiga jika dibandingkan dengan menteri lainnya.

Potret survei lembaga Indostrategi yang dilakukan pada awal September-13 Oktober 2025, misalnya, menunjukkan Mu'ti menjadi menteri yang berkinerja baik selama satu tahun. Dalam survei itu, Mu’ti mendapat peringkat pertama dengan skor 3,35. Hasil itu mengalahkan Menteri Luar Negeri Sugiono yang menempati posisi kedua (skor 3,32) dan Menteri Agama Nasaruddin Umar yang berada dalam posisi ketiga (skor 3,26).

Hasil yang kurang lebih sama juga muncul dalam survei yang dilakukan SPIN (Strategic and Political Insight Network), yang menemukan Mu’ti memperoleh tingkat kepuasan publik tertinggi (67,5%), lebih tinggi daripada Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman yang menempati peringkat kedua dengan 67,3%.

Pun demikian dengan hasil survei lembaga Center of Economic, Law, and Policy Studies (Celios) yang dirilis pada 19 Oktober 2025, yang menempatkan Mu’ti berada dalam peringkat ketiga terbaik dalam evaluasi kinerja, baik pada 100 hari pertama maupun setelah satu tahun berjalan.

Apresiasi publik terhadap kinerja Mu’ti juga tergambar dalam survei Poltracking Indonesia, yang mencatat bahwa 79% publik menyatakan puas terhadap kinerja pemerintah di bidang pendidikan; dalam survei Mudabicara yang menunjukkan Mu’ti menjadi menteri dengan kinerja terbaik peringkat I, dengan tingkat kepuasan mencapai 68,29%; dan dalam survei Indopol yang menempatkannya dalam tujuh besar menteri dengan tingkat kepuasan publik tertinggi, yakni 76%.

Berdasarkan hasil survei-survei tersebut, dapat dikatakan bahwa kinerja Mu’ti tidak hanya menonjol di periode awal pemerintahan yang biasanya dipenuhi semangat, tetapi juga berhasil mempertahankan kualitas kinerjanya di dalam situasi birokrasi yang dinamis dan tuntutan publik yang semakin tinggi.

Capaian Mu’ti itu ialah cermin dari keberhasilannya dalam merevolusi pendidikan di Indonesia, dengan aneka kebijakan yang ditawarkan demi mewujudkan pendidikan bermutu untuk semua: inklusif, adaptif, dan berorientasi masa depan.

REVOLUSI PENDIDIKAN

Revolusi berarti melakukan perubahan besar dan cepat, dari tatanan lama menjadi tatanan baru. Dalam konteks pendidikan, revolusi mesti diartikan sebagai pembebasan atas siswa agar memiliki kesadaran kritis dan mampu mengubah realitas sosial yang mencerminkan kepentingan manusia keseluruhan.

Dalam mahakaryanya, Pedagogy of the Oppressed (1970), Paulo Freire, fisuf pendidikan asal Brasil, menerangkan revolusi pendidikan tidak hanya bertujuan untuk mencapai aspirasi yang mulia, tetapi juga sebagai panggilan untuk bertindak secara kritis, yang berfungsi membebaskan manusia (siswa). Freire melihat pendidikan sebagai sarana sosial yang memberdayakan siswa untuk secara kritis menganalisis keadaan mereka, dan berpartisipasi aktif dalam menciptakan dunia yang lebih adil.

Pendekatan revolusi pendidikan itu dirancang Freire untuk mengkritik metode pendidikan perbankan yang mengisap. Di sini, Freire mempertanyakan posisi guru yang mirip dengan pegawai bank dan melihat mereka sebagai 'penyimpan' informasi bagi murid, bukannya menggali pengetahuan dari setiap siswa atau membentuk individu yang ingin tahu dan berambisi akan pengetahuan.

Sebaliknya, pendekatan Freire justru berorientasi problem-posing. Model itu menekankan pentingnya kreativitas, pemikiran kritis, dan kemampuan untuk memecahkan masalah. Dengan cara itu, siswa tidak hanya didorong guru untuk menjawab pertanyaan, tetapi juga dilibatkan dalam merumuskan dan mengajukan pertanyaan mereka sendiri. Dengan begitu, proses dialektika antara guru dan siswa akan menghasilkan sintesis pengetahuan yang produktif.

Sebagaimana Freire, Mu’ti juga memiliki komitmen yang sama mengenai revolusi pendidikan. Mu’ti bertekad untuk mencetak generasi muda Indonesia yang memiliki keterampilan interpersonal seperti kreativitas, berpikir kritis, komunikasi, dan kolaborasi yang sesuai dengan perkembangan dunia saat ini. Untuk mencapai hal itu, Mu’ti menggunakan pendekatan deep learning yang berorientasi problem-posing.

Metode deep learning itu mendukung perspektif menyeluruh mengenai pendidikan yang sejalan dengan prinsip-prinsip yang progresif. Pandangan itu menyatakan pendidikan melalui deep learning melibatkan proses yang saling terhubung secara emosional, intelektual, mental, fisik, sosial, dan pribadi. Pendekatan deep learning juga mengaitkan materi pembelajaran dengan kecerdasan, emosi, serta nilai-nilai siswa.

Ahli pendidikan asal Australia, Robert Randall (2025), menyatakan pendekatan deep learning sangat krusial untuk diterapkan di sekolah. Hal itu disebabkan kenyataan bahwa banyak individu dalam sistem pendidikan modern saat ini masih terperangkap dalam pola pembelajaran yang dangkal (surface learning), yang hanya mengedepankan hafalan dan pemahaman dasar. Menurut Randall, tujuan dari deep learning ialah membawa siswa ke tingkat pemahaman yang lebih mendalam, dengan mereka tidak hanya mengerti suatu konsep, tetapi juga dapat mentransfer serta menerapkan pengetahuan tersebut dalam berbagai situasi di kehidupan sehari-hari.

Terdapat beberapa elemen penting dalam penerapan deep learning, seperti yang diungkapkan Randall, antara lain pemahaman konseptual yang mendalam, penerapan di berbagai konteks, peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kreatif, kolaborasi serta pembelajaran berbasis proyek, penggunaan teknologi dan kecerdasan buatan dalam proses belajar, dan signifikansi pembelajaran seumur hidup. Tentu saja, Randall menekankan bahwa penerapan deep learning di Indonesia memerlukan strategi yang tepat, terutama terkait dengan kesiapan guru, kurikulum yang lebih adaptif, akses terhadap teknologi, serta evaluasi pembelajaran yang relevan.

REALISASI KEBIJAKAN 

Penerapan deep learning hanya mungkin diwujudkan jika didukung perencanaan kebijakan yang matang dan dilaksanakan dengan cepat dalam upaya meningkatkan kualitas guru, kesejahteraan guru, serta efisiensi dalam administrasi, sekaligus memastikan distribusi guru yang kompeten terjadi secara merata di seluruh daerah di Tanah Air. Dengan cara itu, para siswa di Indonesia akan memiliki apa yang dikenal sebagai growth mindset: pola pikir yang meyakini bahwa kemampuan dan kecerdasan dapat dikembangkan melalui usaha, kerja keras, ketekunan, dan pembelajaran.

Dalam kaitan itu, Mu’ti berhasil merealisasikan visi-misinya melalui sejumlah kebijakan dalam menumbuhkan semangat mewujudkan revolusi pendidikan bermutu untuk semua dalam setahun terakhir ini.

Pertama, Mu’ti dengan anggaran pemerintah Rp16,9 triliun berhasil merevitalisasi 16.160 satuan pendidikan, baik negeri maupun swasta, 54,6% lebih banyak dari target sebelumnya, 10.440 satuan pendidikan. Program itu menyasar seluruh daerah, bekerja sama dengan pemerintah daerah untuk validasi usul satuan pendidikan serta masyarakat sebagai pelaksana sekaligus pengawas sosial.

Kedua, selain revitalisasi, Mu’ti dengan program digitalisasi pembelajaran berhasil mendistribusikan 50.944 unit papan interaktif digital ke 42.624 satuan pendidikan di seluruh Nusantara, termasuk wilayah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar). Kehadiran papan interaktif digital itu akan disusul dengan penyediaan konten pembelajaran digital serta pengembangan kompetensi guru secara berkelanjutan.

Ketiga, kesejahteraan guru kini lebih diperhatikan Mu’ti dengan aneka tunjangan yang ditransfer langsung ke rekening guru, baik non-ASN (berupa tunjangan profesi guru bagi 398.752 guru yang telah besertifikat pendidik, insentif guru bagi 333.294 guru yang belum besertifikat pendidik, bantuan subsidi upah untuk 233.770 guru PAUD nonformal yang belum besertifikat pendidik, dan tunjangan khusus guru untuk 26.510 guru yang bertugas di daerah khusus); ataupun bagi ASN daerah (berupa tunjangan profesi guru bagi 1.460.952 guru, tunjangan khusus guru bagi 55.110 guru, dan dana tambahan penghasilan bagi 147.242 guru).

Keempat, Mu’ti gencar dalam meningkatkan kompetensi guru dengan beragam pelatihan dan afirmasi pendidikan untuk 212.922 guru dalam pembelajaran mendalam, 54.122 guru untuk coding/kecerdasan artifisial, 87.187 guru untuk diklat berjenjang PAUD, target 270 ribu guru untuk bimbingan konseling, target 20 ribu guru untuk bimtek numerasi matematika gembira, target 12.500 guru untuk pemenuhan kualifikasi S-1/D-4, meluluskan 728.300 guru untuk pendidikan profesi guru dan 462.000 guru sedang berproses, serta meluluskan 4.821 guru untuk bakal calon kepala sekolah dan 4.473 guru yang sedang berproses.

Kelima, Mu’ti mendorong beasiswa afirmasi pendidikan menengah (Adem) bagi 4.616 murid yang berasal dari Papua, daerah khusus, dan anak pekerja migran Indonesia untuk melanjutkan pendidikan di wilayah yang lebih maju.

Keenam, Mu’ti juga menggalakkan Gerakan 7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat yang meliputi bangun pagi, beribadah, berolahraga, makan sehat dan bergizi, gemar belajar, bermasyarakat, dan tidur cepat. Berdasarkan hasil survei terhadap 94.586 kepala sekolah, lebih dari 86% sekolah di Indonesia telah menerapkan gerakan itu. Pembiasaan tersebut diharapkan dapat menumbuhkan generasi Indonesia yang sehat, cerdas, dan berkarakter untuk mewujudkan Indonesia emas 2045.

Dari realisasi enam kebijakannya itu kita bisa simpulkan bahwa Mu’ti, seperti halnya Mandela dalam kutipan awal tulisan ini, ingin menjadikan pendidikan sebagai senjata paling ampuh yang dapat digunakan untuk mengubah Indonesia. Mu’ti seakan ingin menegaskan keyakinannya yang teguh akan kekuatan pendidikan sebagai alat untuk perubahan sosial yang mendalam dan berkelanjutan.

Pendidikan bukan sekadar tentang memperoleh pengetahuan, melainkan juga merupakan instrumen yang ampuh untuk pembebasan, memutus siklus kemiskinan, mendorong kesetaraan, dan membongkar penindasan sistemik. Inilah yang saya sebut sebagai merevolusi pendidikan di Indonesia demi mewujudkan pendidikan bermutu untuk semua, tidak hanya dalam setahun ini, tetapi juga untuk tahun-tahun setelahnya.

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |