Ilustrasi cukai rokok.(Antara)
KEPUTUSAN pemerintah untuk tidak menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) pada tahun 2026 disambut positif oleh pelaku usaha dan asosiasi di industri tembakau. Pernyataan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa tersebut dinilai sebagai sinyal penting bagi keberlangsungan industri hasil tembakau (IHT) yang tengah menghadapi tekanan berat akibat beban biaya dan pasar rokok ilegal.
Wakil Sekretaris Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Anggana Bunawan, mengatakan pelaku usaha membutuhkan kebijakan yang seimbang agar industri padat karya tetap bertahan.
“Posisi kami tidak anti-regulasi, yang diharapkan adalah keberimbangan. Karena itu, Apindo mengapresiasi langkah Menteri Keuangan yang memberi sinyal tidak naik cukai tahun 2026. Ini sinyal positif melihat kenyataan di lapangan,” ujar Anggana, dikutip dari keterangan resmi, Selasa (21/10).
Menurutnya, langkah pemerintah menahan kenaikan tarif CHT memberikan angin segar bagi pelaku industri dan petani tembakau. Kebijakan ini diyakini dapat menekan biaya produksi serta mengurangi ketimpangan pasar dengan rokok ilegal yang masih marak beredar.
AMTI Dorong Moratorium Cukai dan HJE Selama Tiga Tahun
Di sisi lain, Ketua Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI), Edi Sutopo, mendorong pemerintah mempertimbangkan moratorium kenaikan tarif cukai dan Harga Jual Eceran (HJE) selama tiga tahun ke depan.
“Kami mengharapkan adanya moratorium baik untuk tarif cukai maupun HJE untuk tiga tahun ke depan,” tegas Edi.
Edi menilai, kenaikan tarif cukai yang terlalu tinggi dalam beberapa tahun terakhir membuat industri tembakau semakin rentan. Berdasarkan data, sejak 2017 hingga 2024, rata-rata kenaikan cukai mencapai 11% per tahun, sementara rata-rata inflasi hanya 3%.
“Artinya pengenaan tarif cukai itu sudah sangat tinggi dan menekan daya saing industri,” katanya.
Kondisi tersebut turut berdampak pada petani. Penurunan pembelian tembakau menyebabkan ketidakpastian pendapatan di tingkat hulu.
“Kami sudah bertemu dengan petani di Jawa Timur, salah satu industri yang biasanya melakukan pembelian, tahun ini bahkan tidak lagi melakukan pembelian,” tambahnya.
Penerimaan Negara dari Cukai tidak Capai Target
Selain berdampak pada industri dan petani, Edi juga menyoroti efek kebijakan fiskal terhadap penerimaan negara dari cukai rokok. Menurutnya, target penerimaan cukai selama dua tahun terakhir tidak tercapai, menandakan titik optimal kenaikan tarif sudah terlewati.
“Selama tahun 2023 dan 2024 target cukai selalu tidak tercapai. Kalau diproyeksikan, penerimaan 2025 kemungkinan hanya 91%. Ini artinya kita sudah melampaui titik optimal. Kalau tarif cukai terus dinaikkan, penerimaan justru akan turun dan rokok ilegal yang akan meningkat,” ujarnya.
Berdasarkan data, realisasi penerimaan CHT pada 2023 hanya mencapai 97% dari target Rp217 triliun, kemudian turun menjadi 94% dari target Rp230 triliun pada 2024. Hingga semester I 2025, realisasi baru mencapai Rp105,5 triliun atau sekitar 45,5% dari target nasional. (Des/I-1)


















































