Rencana “Gaza Riviera” Bocor, Disebut Upaya Legalkan Pembersihan Etnis

2 weeks ago 17
Rencana “Gaza Riviera” Bocor, Disebut Upaya Legalkan Pembersihan Etnis Dokumen bocor ungkap proyek “Gaza Riviera” yang rencananya bangun kota futuristik di Gaza. Proposal ini dikecam karena dianggap sebagai deportasi massal.(The Guardian)

SEBUAH dokumen bocor mengungkap rencana kontroversial yang disebut “Gaza Riviera”. Gaza Riviera ialah proyek pembangunan kota-kota futuristik di atas wilayah Gaza. Rencana itu, yang dilaporkan Washington Post, langsung menuai kecaman karena dianggap menutupi agenda pemindahan paksa lebih dari 2 juta penduduk Gaza.

Proposal setebal 38 halaman itu diberi nama Gaza Reconstitution, Economic Acceleration and Transformation Trust (Great). Disebut-sebut disusun pihak yang sebelumnya menggagas Gaza Humanitarian Foundation dengan dukungan konsultan Boston Consulting Group. Rencana ini bahkan mengusulkan “relokasi sementara” seluruh warga Gaza ke negara lain atau ke zona terbatas selama masa rekonstruksi.

Sebagai gantinya, pemilik tanah akan diberi “token digital” yang bisa digunakan untuk membiayai hidup di tempat baru. Bagi yang memilih bertahan, tempat tinggal yang ditawarkan hanya seluas 30 meter persegi, jauh lebih kecil dibanding rumah rata-rata di Gaza.

Belum jelas apakah ini mencerminkan kebijakan resmi AS. Gedung Putih dan Departemen Luar Negeri menolak berkomentar. Namun, dokumen tersebut sejalan dengan retorika Donald Trump yang pernah menyatakan keinginan untuk “membersihkan” Gaza dan membangunnya kembali.

Kejahatan Perang

Rencana ini menuai kritik tajam dari berbagai pihak. Philip Grant, direktur eksekutif organisasi HAM Trial International, menyebutnya sebagai “cetak biru deportasi massal yang dipasarkan sebagai pembangunan,” yang bisa dikategorikan kejahatan internasional. Ia menegaskan pihak-pihak yang terlibat, termasuk perusahaan swasta, berisiko menghadapi tuntutan hukum.

Media Israel seperti Haaretz pun menyindirnya sebagai “skema kaya mendadak ala Trump, berbasis kejahatan perang, AI, dan turisme.”

Isi proposal memang terdengar bombastis: pelabuhan modern, delapan kota canggih bertenaga AI mirip proyek Neom di Arab Saudi, hingga kawasan industri “Elon Musk” di atas reruntuhan zona industri Erez. Namun, dokumen itu juga menghapus batas kedaulatan Gaza, Israel, dan Mesir, hanya menyisakan “hak keamanan” Israel. Tidak ada konsep negara Palestina, hanya “polity” yang diarahkan bergabung dengan Abraham Accords.

Kecaman juga datang dari berbagai pakar. HA Hellyer dari Royal United Services Institute menilai rencana itu “gila dan tak masuk akal,” sementara pengacara HAM Katherine Gallagher memperingatkan perusahaan yang terlibat bisa menghadapi gugatan internasional.

Pejabat senior Hamas, Basem Naim, menolak mentah-mentah gagasan tersebut. “Gaza bukan untuk dijual. Gaza adalah bagian dari tanah air Palestina,” tegasnya. (The Guardian/Z-2)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |