
GAYA hidup remaja Indonesia semakin dimanjakan oleh berbagai minuman manis berperisa, kopi dengan gula ekstra, minuman boba, hingga energy drink yang mudah ditemui di minimarket. Konsumsi berulang minuman berpemanis (sugar-sweetened beverages/SSB) tersebut bukan sekadar soal selera, melainkan sudah menjadi benih risiko penyakit diabetes.
Menurut sebuah jurnal penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa STIKES Panakkukang, Makassar, ditemukan angka prediabetes pada remaja mencapai 33,3%. Kondisi ini dipicu oleh tingginya konsumsi minuman berpemanis serta diperburuk dengan rendahnya aktivitas fisik harian.
Tiga Faktor Utama Penyebab
Ada sejumlah alasan mengapa minuman berpemanis berbahaya bagi remaja. Pertama, kalori cair tidak memberikan rasa kenyang seperti kalori padat. Kedua, pemasaran masif melalui media sosial membuat minuman manis dipandang sebagai tren gaya hidup dan self reward instan di kalangan anak muda. Ketiga, rendahnya aktivitas fisik yang mempercepat gangguan regulasi glukosa.
Data di Makassar menunjukkan 61,3% responden mengonsumsi SSB dalam jumlah tinggi, sementara 30,7% memiliki aktivitas fisik rendah. Kedua faktor ini terbukti berkaitan erat dengan meningkatnya kasus prediabetes.
Lebih lanjut, masalah lain yang muncul ialah rendahnya kesadaran remaja. Banyak yang merasa sehat karena belum merasakan gejala diabetes. Padahal, perubahan metabolik terjadi secara diam-diam.
Menurut jurnal penelitian mahasiswa di Surabaya, tercatat adanya proporsi remaja dengan kadar gula darah puasa (GDP) 100 mg/dL, sebuah tanda penting perlunya deteksi dini, edukasi gula, dan intervensi gaya hidup sebelum terlambat.
Untuk mencegah generasi muda terjerat diabetes, sejumlah langkah intervensi bisa dilakukan di sekolah dan kampus. Pertama, membatasi penjualan SSB serta menyediakan air minum gratis di lingkungan pendidikan. Kedua, menata kantin agar lebih sehat.
Selain itu, literasi gula perlu ditingkatkan dengan cara lebih sederhana. Misalnya, bukan sekadar menyebut jumlah gram, tetapi mengubahnya ke dalam ukuran sendok atau porsi favorit. Ketiga, mengombinasikan pengurangan konsumsi SSB dengan aktivitas fisik ringan yang intens. Keempat, melakukan skrining rutin, terutama pada remaja dengan riwayat keluarga diabetes atau konsumsi SSB tinggi. (H-4)