Reformasi Runtuhkan Pendidikan Pancasila

5 hours ago 2
Reformasi Runtuhkan Pendidikan Pancasila Ketua Komisi XIII Willy Aditya (NasDem) bubarkan asrama mahasiswa kedaerahan.(MI/Agus Utantoro)

REFORMASI selain menumbangkan Orde Baru yang kemudian diikuti dengan berbagai perubahan tatanan, juga telah menyebabkan ada hal yang hilang dalam pendidikan Pancasila

"Kalau dahulu ada yang namanya Penataran P-4 yang harus diikuti oleh semua lapisan masyarakat. Bahkan kalangan ASN pun juga wajib mengikuti. Mau masuk perguruan tinggi P-4. Penataran P-4 ini ada berbagai jenis, ada yang Pola 100 jam dan ada yang kurang dari itu," kata Direktur Jaringan dan Pembudayaan di Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Toto Purbiyanto di Universitas Negeri Yogyakarta, Kamis (23/1).

Pada pembukaan Literasi Pancasila yang diikuti kalangan mahasiswa, Toto selanjutnya mengatakan semenjak Reformasi, Penataran P-4 yang terkadang disebut sebagai indoktrinasi, hilang. Lembaga yang menangani penataran P-4, BP-7 (Badan Pembinaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila) yang ada di tingkat pusat hingga tingkat kabupaten/kota dihapuskan. Bahkan, katanya, Pendidikan Pancasila atau yang dahulu disebut PMP (Pendidikan Moral Pancasila) untuk jenjang SD hingga SMA/SMK dan mata kuliah Pancasila hilang.

"Akibatnya apa? Akibatnya kita semua tidak mendapatkan bacaan atau literasi yang baik tentang Pancasila karena tidak ada pendidikan Pancasila di pendidikan formal," katanya.

TERJADI DEGRADASI
Ia melanjutkan dengan tidak adanya pendidikan Pancasila di sekolah-sekolah maka kemudian terjadi kemunduran atau degradasi dan ada hal yang hilang dalam keseharian kita. "Degradasi moral, etika, dan hal itu mengakibatkan semua yang terkait dengan etika kehidupan kita menjadi hilang," ujarnya.

Toto kemudian menyontohkan, kasus anak sekolah yang dihukum gurunya, membalas. Mengadu ke orang tuanya. Orang tuanya juga begitu datang ke sekolah, protes, mengapa anaknya dijewer, dipukul dan seterusnya. Padahal, katanya, itu adalah bagian dari pendidikan, disiplin. 

Tindakan guru semacam itu tidak akan terjadi jika anak siswanya itu disiplin, mengikuti aturan. "Tapi karena etikanya sudah kurang, moralnya sudah kurang, guru dianggap sebagai orang biasa yang bisa dibully, dihukum dan sebagainya," katanya.

Menurut dia, hal semacam itu tidak akan terjadi jika masih ada pendidikan Pancasila bagi anak. Pada kesempatan itu Toto Purbiyanto kemudian mengajak para mahasiswa itu menjadi Relawan Pancasila. Relawan Pancasila ini adalah orang yang setiap hari tingkah lakunya, tutur katanya mencerminkan nilai-nilai Pancasila, termasuk tolong menolongnya, gotong royongnya, toleransinya dan lainnya.

Namun diakui hal semacam ini berat dilakukan di tengah era digital, semua menggunakan gawai, media sosial di mana-mana yang kemudian membawa pada bacaan yang tidak benar, hoaks dan sebagainya. "Itu tantangan kita semua," tegasnya.

Namun demikian ia tetap mengajak kalangan mahasiswa menjadi Relawan Pancasila yang giat dan gigih mengedukasi masyarakat tentang Pancasila.

ASRAMA MAHASISWA KEDAERAHAN
Sementara Ketua Komisi XIII DPR RI dari Fraksi Partai NasDem, Willy Aditya mengatakan mendesak pembubaran asrama-asrama mahasiswa yang bersifat kedaerahan dan diganti dengan asrama Nusantara.

Menurut dia, asrama Nusantara ini merupakan asrama bersama. Tidak hanya diisi oleh mahasiswa dari berbagai daerah tetapi juga dari berbagai perguruan tinggi masuk dalam satu asrama. "Ini untuk membangun dan mewujudkan spirit ber-Indonesia," kata Willy.

Willy mengingatkan belajar ber-Indonesia, bergotong royong dan sebagainya tidak bisa diajarkan dengan cara-cara kognitif, namun harus pembiasaan setiap hari. Ia kemudian menyontohkan pola pendidikan anak di Australia dan di Jepang, yang membentuk perilaku. Sedangkan kita sendiri, ujarnya tak pernah berpikir tentang perilaku kolektif.

Willy kemudian juga menyontohkan hal yang menimpa seniman Butet Kertaredjasa ketika tersesat di Jepang. Yang menolong adalah anak punk yang sebenarnya akan menuju ke arah lain. Namun ternyata mau berkorban membantu orang kesusahan. 

Selain menawarkan konsep asrama Nusantara dan membubarkan asrama yang bersifat kedaerahan, Willy juga menyodorkan mahasiswa tingkat akhir menyusun skripsi secara kolektif. "Misalnya satu kelas menyusun skripsi yang sama yang terkait dengan Pancasila. Hasilnya akan lebih mendapat perhatian," ujarnya. (E-2)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |