Rawan Korupsi, Kebijakan Rp200 T ke Himbara harus Diawasi Eksternal

2 hours ago 1
Rawan Korupsi, Kebijakan Rp200 T ke Himbara harus Diawasi Eksternal Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa(Antara)

Peneliti Pusat Studi Anti Korupsi (SAKSI) Universitas Mulawarman (Unmul), Herdiansyah Hamzah mengingatkan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa terkait potensi korupsi akibat kebijakan penempatan dana Rp200 triliun ke lima bank Himpunan Bank Milik Negara (Himbara).

Pria yang akrab disapa Castro itu mengungkapkan epicentrum korupsi salah satunya berada di tempat banyaknya uang beredar. Jadi, ketika ada penyaluran Rp200 triliun tentu akan menjadi potensi korupsi yang sangat besar.

Castro mengungkapkan untuk mencegah terjadinya korupsi perlu melibatkan sebanyak-banyaknya pengawasan eskternal. Ia mengatakan keberadaan KPK dibutuhkan mengawasi pelaksaanan penyaluran Rp200 triliun dari hulu ke hilir. Selain itu, Castro juga menilai masyarakat harus terlibat dalam proses pengawasan.

"Publik saya kira juga penting dilibatkan. Partisipasi masyarakat juga penting dalam proses pengawasan. Sebagai contoh melibatkan teman-teman Indonesia Corruption Watch (ICW) yang selama ini concern dengan isu korupsi atau teman-teman transparansi internasional. Masyarakat umum juga bisa dilibatkan," kata Castro kepada Media Indonesia, Jumat (19/9).

Castro juga memberi catatan proses penyaluran atau penggunaan uang Rp200 triliun itu harus transparan dan terbuka. Ia mengatakan sebaiknya dipublikasikan agar masyarakat bisa mengawasi penggunaan dana tersebut.

"Itu paling efektif. Kalau hanya mengandalkan pengawasan di internal ya sama saja. Tidak mungkin jeruk makan jeruk," katanya.

Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa terkait potensi korupsi akibat kebijakan penempatan dana Rp200 triliun ke lima bank Himpunan Bank Milik Negara (Himbara). Hal tersebut disampaikan oleh Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu saat mengumumkan lima tersangka dugaan korupsi pencairan kredit fiktif PT BPR Bank Jepara Artha (Perseroda) tahun 2022-2024 pada Kamis (18/9).

Asep mengatakan, kasus tersebut menjadi alarm bagi semua pihak agar pencairan dana perbankan tidak lagi berujung pada tindak pidana korupsi.

"Sisi negatifnya tentunya ada potensi-potensi tindak pidana korupsi seperti yang terjadi di Bank Pekreditan Rakyat Bank Jepara Artha. Kreditnya kemudian macet karena memang ini kreditnya kredit fiktif,” kata Asep.

Asep mengatakan kucuran dana Rp200 triliun akan menjadi stimulus bagi perekonomian sekaligus tantangan bagi pemerintah untuk mencegah praktik korupsi. KPK pun siap jika diminta untuk melakukan pengawasan dan monitoring.

"Jadi adanya stimulus ekonomi yang diberikan oleh pemerintah dengan menggelontorkan Rp 200 triliun itu menjadi sebuah tantangan juga bagi kami di KPK untuk melakukan pengawasan, monitoring nanti dari Direktorat Monitoring Kedeputian Pencegahan dan Monitoring untuk mengawasi,” tuturnya. “Sehingga stimulus ekonomi ini bisa berjalan dengan baik dan memberikan efek positif bagi ekonomi masyarakat,” ucap dia. (E-3)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |