Wakil Gubernur Jakarta, Rano Karno.(MI/Mohammad Farhan Zhuri)
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tengah menyiapkan langkah besar untuk mengubah ibu kota menjadi Jakarta City of Cinema 2027, sebuah ambisi yang disebut Wakil Gubernur Jakarta, Rano Karno, sebagai “tonggak kebangkitan industri film nasional.” Namun di balik visi itu, ada satu kenyataan yang tak bisa dihindari: biaya besar.
“Sedang kita persiapkan, karena ini wacana baru. Tentu diperlukan finansial yang cukup besar, tapi relatif sebanding dengan hasilnya,” tegas Rano di Jakarta Pusat, Rabu (22/10).
Rano tidak menutupi fakta bahwa rencana ini akan menelan dana besar. Ia mencontohkan Kota Busan, Korea Selatan, yang setiap tahun menggelontorkan hampir Rp9 triliun untuk menopang sektor kreatif, mulai dari film, musik, hingga fesyen. “Tapi penghasilan mereka enam kali dari biaya itu, dan itu nyata,” ujarnya, menegaskan bahwa investasi besar bukan sekadar pengeluaran, melainkan strategi ekonomi jangka panjang.
Langkah konkret pertama, kata Rano, adalah membentuk Jakarta Film Commission, lembaga khusus yang akan menjadi simpul utama industri film di ibu kota.
“Di dunia ini, film commission dibentuk oleh kota, bukan negara. Tokyo, Busan, hingga Toronto sudah punya. Jakarta mau ambil inisiatif itu,” ujarnya dengan nada menantang.
Rano menilai keberadaan film commission akan menjadi game changer dalam mempermudah perizinan dan logistik produksi film di Indonesia.
“Kalau orang mau syuting ke Indonesia, cukup datang ke Jakarta. Nanti Jakarta yang bantu urus semua perizinan, walaupun lokasi syutingnya di Bali atau Yogyakarta,” jelasnya.
Menurutnya, potensi industri film Indonesia terlalu besar untuk dibiarkan tanpa struktur yang efisien. Pembentukan film commission di level nasional dianggap terlalu luas dan lambat, sementara pendekatan berbasis kota bisa bergerak lebih lincah. “Jakarta bisa jadi head untuk jejaring film commission di kota-kota lain,” tegasnya.
Dengan visi itu, Rano ingin menempatkan Jakarta bukan sekadar sebagai lokasi produksi, tetapi sebagai pusat ekosistem film Asia Tenggara, sebuah lompatan besar yang menuntut keberanian politik, komitmen anggaran, dan keyakinan bahwa hasilnya akan melampaui biaya. (Z-10)


















































