
Pemerintah telah menggulirkan Program Magang Bergaji bagi lulusan perguruan tinggi mulai 20 Oktober 2025, khusus untuk sarjana dan diploma yang baru lulus atau akan lulus dalam setahun terakhir. Kebijakan ini merupakan tindak lanjut dari terbitnya Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 8 Tahun 2025 yang disahkan pada 30 September lalu, sebagai dasar hukum pelaksanaan bantuan pemerintah untuk program pemagangan.
Permenaker tersebut menegaskan bahwa program ini bertujuan meningkatkan kompetensi, pengalaman kerja, dan peluang kerja bagi lulusan perguruan tinggi. Sesuai Pasal 2, peserta hanya dapat mengikuti program magang selama enam bulan dan maksimal satu kali masa pemagangan. Skema ini diharapkan dapat menjembatani lulusan muda dengan dunia kerja, sembari mengatasi tingginya tingkat pengangguran terdidik.
Peserta program ini merupakan WNI lulusan diploma atau sarjana yang baru lulus maksimal satu tahun sejak tanggal ijazah. Perguruan tinggi asal peserta harus terdaftar di Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi. Selama masa pemagangan, peserta akan menerima uang saku setara upah minimum kabupaten/kota (UMK) melalui transfer bank pemerintah.
“Contohnya di Jakarta, upah minimum di sini sekitar Rp 5,4 hingga 5,5 juta per bulan. Setiap peserta magang akan mendapat nominal tersebut,” ungkap Sekretaris Kabinet, Teddy Indra Wijaya, melalui akun resmi Sekretariat Kabinet di Instagram yang dilansir pada Senin (13/10).
Menurut Direktur Eksekutif NEXT Indonesia Center Christiantoko, program magang bergaji ini merupakan langkah strategis pemerintah untuk mempersempit kesenjangan antara pendidikan dan pasar kerja.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa meski tingkat pengangguran nasional turun menjadi 7,28 juta orang (4,76%) per Februari 2025, angka pengangguran pada kalangan berpendidikan tinggi justru meningkat 17,3% dibanding Agustus 2024. Dari total tersebut, terdapat 177.399 lulusan diploma dan 1.010.652 lulusan sarjana yang belum bekerja—setara dengan 16,3% dari total pengangguran nasional.
“Masalah pengangguran terdidik sering muncul karena adanya skill mismatch. Program magang bergaji ini menjadi solusi jangka pendek yang efektif untuk memberi pengalaman kerja nyata bagi lulusan baru, sekaligus membantu dunia usaha mendapatkan talenta yang siap pakai,” ujar Chris.
Namun demikian, Chris menekankan agar pemerintah tidak berhenti di tahap pemagangan semata.
“Pemagangan harus menjadi batu loncatan menuju pekerjaan tetap. Pemerintah perlu memastikan keberlanjutan dengan membuka lebih banyak lapangan kerja produktif agar efek program ini tidak hanya bersifat sementara,” imbuhnya.
Pendaftaran dilakukan melalui aplikasi SIAP Kerja (Sistem Informasi dan Aplikasi Pelayanan Ketenagakerjaan). Setelah diverifikasi oleh Kementerian Ketenagakerjaan, peserta akan melalui proses rekrutmen oleh perusahaan mitra yang juga wajib terdaftar dalam sistem yang sama. Pada tahap awal, program ini menargetkan 20.000 peserta dan akan dijalankan selama dua tahun (2025-2026).
Secara keseluruhan, Program Magang Nasional mencerminkan upaya pemerintah memperkuat konektivitas antara dunia pendidikan dan dunia industri. Selain menekan pengangguran jangka pendek, kebijakan ini juga diharapkan menumbuhkan kepercayaan diri dan daya saing generasi muda Indonesia dalam menghadapi pasar tenaga kerja yang semakin kompetitif. (E-3)