Ahmad al-Sharaa.(Al Jazeera)
PRESIDEN Suriah Ahmad Al-Sharaa memperingatkan bahwa serangan Israel terhadap negaranya berisiko memicu krisis baru di kawasan.
Peringatan itu ia sampaikan dalam pidato di Sidang Majelis Umum PBB, Rabu (24/9), sekaligus menandai kehadiran pemimpin Suriah pertama di forum tersebut dalam hampir enam dekade.
Al-Sharaa, yang memimpin oposisi dalam penggulingan Bashar Assad pada akhir tahun lalu, memaparkan pencapaian sejak ia berkuasa.
Meski menggarisbawahi perbaikan diplomasi, keamanan dan pembangunan ekonomi, ia menegaskan bahwa tantangan utama masih datang dari serangan Israel.
"Serangan dan penyerangan Israel terhadap negara saya terus berlanjut dan kebijakan Israel bertentangan dengan posisi dukungan internasional terhadap Suriah," katanya dikutip Arab News, Kamis (25/9).
Dia menambahkan serangan tersebut dapat memicu krisis dan konflik baru di kawasan.
Meski demikian, Al-Sharaa menekankan komitmen Suriah untuk berdialog. "Kami menyerukan kepada komunitas internasional untuk berdiri di samping kami dalam menghadapi serangan-serangan ini," sebutnya.
Persoalan Golan dan Eskalasi Regional
Presiden Suriah itu juga menyinggung perjanjian pemisahan pasukan 1974 di Dataran Tinggi Golan.
Menurutnya, Israel melanggar kesepakatan dengan merebut zona penyangga ketika oposisi menguasai Damaskus Desember lalu. Sejak itu, Israel melancarkan ratusan serangan udara, termasuk di jantung ibu kota.
Ketegangan makin meningkat setelah kekerasan sektarian di Provinsi Suwayda pada Juni. Israel mengeklaim menyerang demi melindungi minoritas Druze.
Upaya Deeskalasi
AS mendorong perundingan damai. Utusan Khusus untuk Suriah, Tom Barrack, menyebut kedua negara semakin dekat pada kesepakatan de-eskalasi, yang diharapkan dapat menghentikan serangan Israel dengan imbalan Suriah tidak memindahkan peralatan berat ke perbatasan.
Berbicara di New York, Al-Sharaa menegaskan bahwa Suriahlah yang takut kepada Israel, bukan sebaliknya.
Ia juga menyerukan pencabutan penuh sanksi internasional, menyebut langkah itu penting agar rakyat Suriah terbebas dari beban ekonomi.
Peta Jalan Politik dan Reformasi
Dalam pidatonya, Al-Sharaa menyingkap peta jalan politik menuju pemilu parlemen bulan depan serta reformasi di sektor sipil dan militer. Ia juga menyebut pembentukan komisi pencari fakta untuk menelusuri kekerasan sektarian dan membuka akses investigasi PBB.
"Saya menjamin untuk mengadili semua orang yang bertanggung jawab atas pertumpahan darah," tegasnya.
"Suriah telah berubah dari pengekspor krisis menjadi peluang perdamaian bagi Suriah dan kawasan," tambahnya.
Dari Pemberontak ke Negarawan
Kehadiran Al-Sharaa di PBB mencerminkan perjalanan politik luar biasa dalam 10 bulan terakhir. Dari seorang pemimpin pemberontak Islam, kini ia tampil sebagai kepala negara yang diakui secara internasional.
Sejak tiba di New York, ia bertemu sejumlah tokoh dunia, termasuk Menlu AS Marco Rubio dan Presiden Prancis Emmanuel Macron. Salah satu momen paling simbolis adalah wawancara publik bersama Jenderal David Petraeus yang pernah menahannya di Irak saat perang melawan pendudukan AS.
"Perjalanannya dari seorang pemimpin pemberontak menjadi kepala negara merupakan salah satu transformasi politik paling dramatis dalam sejarah Timur Tengah baru-baru ini," ujar Petraeus. Dirinya kini menjadi pengagum Al-Sharaa. (I-2)


















































