PRESIDEN Palestina Mahmoud Abbas.(Dok. Setneg)
PRESIDEN Palestina Mahmoud Abbas menuduh Israel melakukan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Jalur Gaza. Dalam pidato yang disampaikan melalui video kepada Sidang Majelis Umum PBB, Kamis (25/9) waktu New York, Abbas menyebut rakyat Palestina tengah menghadapi perang genosida, penghancuran, kelaparan, dan pengusiran yang dilancarkan militer Israel.
Abbas menegaskan, lebih dari 220.000 warga Palestina telah menjadi korban tewas atau luka-luka selama hampir dua tahun konflik, mayoritas di antaranya adalah perempuan, anak-anak, serta orang lanjut usia.
Dia juga menyebut sekitar dua juta orang kini terjebak dalam kondisi kelaparan akibat blokade.
“Apa yang dilakukan Israel bukan sekadar agresi, melainkan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan,” ujarnya.
“Ini adalah salah satu babak paling mengerikan dalam tragedi kemanusiaan abad ke-20 dan ke-21," imbuhnya.
Dalam pidatonya, Abbas menyoroti skala kehancuran di Gaza dengan lebih dari 80% rumah, sekolah, rumah sakit, gereja, masjid, dan infrastruktur lain luluh lantak. Selain itu, situs-situs keagamaan di Yerusalem, Hebron, hingga Gaza pun tidak luput dari serangan, termasuk masjid, gereja, dan pemakaman.
Dia juga menyebut adanya peningkatan kekerasan pemukim Israel serta ekspansi permukiman ilegal di Tepi Barat. Menurutnya, strategi Israel berpotensi memecah wilayah Tepi Barat, mengisolasi Yerusalem Timur yang diduduki, dan menggagalkan solusi dua negara.
Meski mengecam tindakan Israel, Abbas juga menegaskan penolakannya terhadap serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 yang menargetkan warga sipil Israel. Ia menilai aksi tersebut tidak mewakili rakyat Palestina maupun perjuangan mereka yang sah untuk kemerdekaan.
Abbas menekankan Gaza adalah bagian yang tak terpisahkan dari negara Palestina dan menegaskan kesiapannya mengambil alih penuh pemerintahan sertq keamanan di wilayah tersebut dengan prinsip satu negara, satu hukum, dan satu aparat keamanan.
Menurutnya, Palestina yang diinginkan adalah negara modern dan demokratis yang menjunjung supremasi hukum, transisi kekuasaan secara damai, penghormatan terhadap hak asasi manusia, serta pemberdayaan pemuda dan perempuan.
Abbas turut menyesalkan lebih dari seribu resolusi PBB mengenai Palestina tidak kunjung dijalankan, meski sejak Kesepakatan Oslo 1993 pihaknya telah menerima berbagai inisiatif perdamaian.
Meski begitu, Palestina menyambut baik hasil konferensi tingkat tinggi di New York awal pekan ini yang dipimpin bersama Prancis dan Arab Saudi karema semakin banyak negara yang memberikan pengakuan resmi terhadap Palestina.
Abbas mendesak negara-negara lain untuk mengikuti langkah tersebut dan mendukung keanggotaan penuh Palestina di PBB. (H-3)


















































