
PRESIDEN Israel Isaac Herzog meminta Perdana Menteri Benjamin Netanyahu untuk mempertimbangkan langkah-langkah sulit, termasuk konsesi menyakitkan, demi mencapai kesepakatan penyanderaan dan gencatan senjata di Gaza.
Seruan tersebut disampaikan menjelang keberangkatan Netanyahu ke Washington pada Minggu (6/7) untuk melakukan pembicaraan dengan Presiden AS Donald Trump.
Pertemuan antara Herzog dan Netanyahu dianggap sebagai upaya memperkuat solidaritas nasional. Langkah ini menyusul kunjungan Netanyahu ke Kibbutz Nir Oz, wilayah yang mengalami dampak berat akibat serangan Hamas, yang mungkin bertujuan untuk menggalang dukungan dari berbagai kalangan ideologis di tengah tekanan dari kelompok sayap kanan yang menentang perjanjian yang difasilitasi AS.
Dalam pernyataan resmi dari kantor presiden, Herzog menekankan pentingnya terobosan diplomatik demi membebaskan sandera dan menghentikan pertempuran di Gaza.
"Saya sepenuhnya mendukung upaya ini, bahkan ketika melibatkan keputusan yang sulit, kompleks, dan menyakitkan,” ujar Herzog seperti dikutip Times of Israel, Senin (7/7).
“Biayanya tidak sederhana, tetapi saya yakin bahwa kabinet dan lembaga keamanan akan bangkit menghadapi tantangan tersebut, seperti yang telah mereka lakukan hingga saat ini," tambahnya.
Kantor Netanyahu belum mengeluarkan tanggapan resmi mengenai pertemuan tersebut.
Telah menuju Doha
Sementara itu, delegasi negosiasi Israel telah menuju Doha, Qatar, untuk melanjutkan pembicaraan tidak langsung dengan Hamas. Kelompok tersebut sebelumnya mengonfirmasi telah memberikan tanggapan positif terhadap usulan kerangka kerja yang didukung AS dan Israel.
Delegasi yang dikirim ke Doha terdiri dari perwakilan tingkat tinggi, termasuk Gal Hirsch (perwakilan sandera), Ophir Falk (penasihat Netanyahu), serta perwakilan senior dari Shin Bet dan Mossad. Namun, tokoh penting seperti Kepala Mossad David Barnea dan Menteri Urusan Strategis Ron Dermer tidak ikut serta dalam delegasi ini.
Herzog pun menyerukan kepada para pemimpin dunia untuk turut menggunakan pengaruh mereka. “Kita tidak punya waktu untuk disia-siakan,” tegasnya.
Rencana gencatan senjata yang ditanggapi positif oleh Hamas mencakup pengembalian bertahap sekitar setengah dari sandera yang masih hidup dan jenazah dalam lima tahap selama 60 hari.
Tahapan itu mencakup pembebasan delapan sandera hidup di hari pertama, dua sandera di hari ke-50, serta pengembalian lima jenazah di hari ketujuh, lima di hari ke-30 dan delapan di hari ke-60.
Hamas ajukan syarat
Namun, masih belum jelas siapa yang akan menentukan nama-nama sandera yang dibebaskan. Hamas juga mengajukan sejumlah syarat, termasuk dimulainya kembali bantuan kemanusiaan di bawah koordinasi PBB dan penarikan pasukan Israel ke posisi sebelum Maret 2025. Namun, kantor Netanyahu menyebut syarat-syarat tersebut sebagai “tidak dapat diterima”.
Sebelumnya, gencatan senjata sebelumnya gagal karena Netanyahu menolak melanjutkan ke fase kedua, yakni penarikan total pasukan dari Gaza dan negosiasi damai, yang menjadi garis merah bagi anggota sayap kanan dalam pemerintahannya.
Kelompok tersebut tetap mendesak agar perang dilanjutkan hingga Hamas benar-benar dihancurkan, menyusul serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 yang menewaskan sekitar 1.200 orang dan menculik 251 lainnya.
Meskipun secara terbuka Netanyahu masih menyuarakan sikap keras terhadap Hamas, pernyataannya belakangan mulai menekankan pentingnya membebaskan para sandera, yang jumlahnya saat ini diperkirakan sekitar 50 orang masih ditahan di Gaza.
Trump sampaikan optimisme
Sementara itu, Presiden Trump menyampaikan optimisme bahwa kesepakatan dapat segera tercapai. Dia bahkan menyebutkan bahwa kesepakatan mungkin akan terjadi dalam beberapa hari ke depan.
Gaza diperkirakan menjadi agenda utama dalam pembicaraan Netanyahu dan Trump, meski isu lain seperti Iran dan normalisasi hubungan dengan Suriah juga akan dibahas.
Herzog sebelumnya menyampaikan apresiasi kepada Trump atas dukungannya dalam menghilangkan ancaman nuklir Iran selama konflik 12 hari, serta dukungan tak tergoyahkannya terhadap Israel.
Kantor Herzog juga menyebut bahwa Presiden dan Perdana Menteri Israel membahas peluang untuk mempererat hubungan dengan negara-negara lain dalam semangat Perjanjian Abraham Trump, yang sebelumnya telah menormalkan hubungan Israel dengan beberapa negara Arab.
Meski belum mengonfirmasi secara resmi, Netanyahu dilaporkan bekerja sama dengan Trump dalam menyusun rencana yang mencakup penghentian perang di Gaza, menghidupkan kembali komitmen Israel pada solusi dua negara, serta menormalisasi hubungan dengan Arab Saudi dan Suriah.
Dalam pernyataan terbaru, Netanyahu menegaskan kembali tujuannya: “Saya katakan kepada Anda, tidak akan ada Hamas,” tegasnya.
“Tidak akan ada Hamastan. Kami tidak akan kembali ke sana. Ini sudah berakhir. Kami akan membebaskan semua sandera kami,” pungkasnya. (Fer/I-1)