Suasana sidang kabinet paripurna yang dipimpin Presiden Prabowo Subianto di Kantor Presiden, Jakarta(ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)
Pakar Hubungan Internasional Universitas Indonesia, Shofwan Al Banna menilai politik luar negeri pemerintahan Presiden Prabowo Subianto belum menunjukkan arah yang konsisten dan masih terlalu dipersonalisasi. Ia menegaskan, diplomasi yang kuat harus berangkat dari tata kelola dalam negeri yang baik dan berintegritas.
“Kepala negara kita tampak menyadari pentingnya keterkaitan antara politik domestik dan politik luar negeri. Namun, kebijakan luar negeri selalu dimulai dari rumah. Jika rumahnya berantakan, maka sekeras apa pun pidato di forum internasional, bobotnya akan berkurang,” katanya dalam Dialog Forum Warga Negara bertajuk “Bisul-Bisul Permasalahan Bangsa, di Mana Akarnya?” di Jakarta, Selasa (7/10).
Shofwan menilai, dalam satu tahun pemerintahan berjalan, Presiden Prabowo memang tampak aktif melakukan kunjungan kenegaraan dan membangun relasi bilateral, namun langkah-langkah itu belum didukung oleh konsolidasi tata kelola yang kuat di dalam negeri.
“Kalau dalam negerinya belum tertata, maka kebijakan luar negerinya tidak akan menghasilkan dampak yang diharapkan,” kata Shofwan.
Menurut Shofwan, perubahan komposisi di jajaran Kementerian Luar Negeri (Kemlu) juga menjadi perhatian. Ia menilai, penunjukan menteri yang merupakan sosok dekat secara personal dengan Presiden Prabowo bisa membawa kelebihan, namun juga mengandung risiko.
“Selama ini Kemlu dipimpin oleh para diplomat karier, tetapi kini diisi oleh orang yang sangat dipercaya oleh Presiden. Ini tentu punya sisi positif, tapi juga berpotensi memperlemah tata kelola dan keseimbangan dalam pengambilan keputusan,” jelasnya.
Ia menekankan pentingnya pembagian peran yang jelas antara presiden dan institusi diplomatik agar kebijakan luar negeri tidak hanya berputar pada pandangan pribadi kepala negara.
“Presiden memang punya pandangan kuat soal geopolitik karena latar belakang militernya, tapi dunia ini kompleks. Pandangan pribadi yang dominan tanpa ruang bagi institusi seperti Kemlu untuk memberikan check and balance bisa berakibat kontraproduktif,” kata Shofwan.
Ia juga menyoroti kondisi perubahan besar dalam tatanan ekonomi global yang berdampak langsung pada stabilitas politik domestik.
“Kalau politik domestik kita rapuh dan pemimpinnya berjarak dari publik, maka tekanan global itu akan sulit dihadapi,” ungkapnya. (Dev/P-1)


















































