
JAJARAN Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Jambi bersama Satuan Reserse Kriminal Polres Muara Jambi, membidik pemilik lahan di Desa Gambut Jaya yang terpanggang sepekan terakhir ini.
Salah seorang pemilik lahan yang kini dibidik aparat penegak hukum, seperti disinyalkan Kapolda Jambi Inspektur Jenderal Krisno H Siregar, berinisial ED, WNI.
Pasalnya, dari hasil penyelidikan polisi, kebakaran awal Minggu (20/7) lalu, terdeteksi berasal dari Blok 73 yang berada di dalam lahan ED yang sedang dipersiapkan untuk berkebun kelapa sawit.
“Masih dalam penyelidikan. Belum ada tersangka dalam kasus kebakaran lahan di Gambut Jaya. Saya sudah perintahkan jajaran Ditreskrimsus untuk menyelidiki dan mengusutnya secara benar, akurat dan tuntas,” ujar Kapolda Krisno H Siregar.
Berdasarkan informasi yang dihimpun Media Indonesia, ED bukan warga Desa Gambut Jaya. Dikabarkan, ED punya lahan sekitar 200 hektare di pinggiran Desa Gambut Jaya, Kecamatan Sungai Gelam, Kabupaten Muaro Jambi, yang mayoritas berstruktur gambut. Dari luasan tersebut, sekitar 20 hektare sudah dibuka dan ditanami kelapa sawit.
“Informasinya memang begitu. Saya belum pernah bertemu beliau Bang. Pastinya, dia bukan warga kami,” ujar Sekretaris Desa Gambut Jaya Endrian Dwi Cahyo menjawab Media Indonesia, Minggu (27/7).
Terdeteksinya sumber kebakaran dari lahan milik ED, juga sudah diungkapkan oleh Direktur Reskrimsus Polda Jambi Komisaris Besar Taufik Nurmandia, semenjak Kamis lalu (24/7).
Ia memastikan, akan mengusutnya tuntas. Dikatakan Taufik, lahan yang terbakar di Gambut Jaya adalah milik perorangan, bukan atas nama korporasi.
Taufik Nurmandia melaporkan, dari sejumlah peristiwa kebakaran lahan di Jambi, Polda Jambi baru menetapkan dua orang tersangka pembakar lahan. Kedua tersangka asal asal Indragiri Hilir, Riau, berinisial OS, 30 tahun dan TAPI, 45 tahun.
Mereka kedapatan membakar lahan seluas 1,5 hektare dalam kawasan hutan produksi (HP), di wilayah Desa Peninjauan, Kecamatan Marosebo, Kabupaten Batanghari pertengahan Juli lalu.
Atas perbuatannya, kedua tersangka diganjar pelanggaran pasal 78 junto pasal 50 UU nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan dan pasal 108 junto pasal 69 UU nomor 32 tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup dengan ancaman hukuman 10 tahun kurungan penjara, dan denda pidana maksimal Rp100 miliar. (SL/E-4)