
PERDANA Menteri sementara Nepal, Sushila Karki menyerukan persatuan nasional usai gelombang protes antikorupsi yang menewaskan sedikitnya 72 orang dan melukai ratusan lainnya.
Dalam pidato publik perdananya pada Minggu (14/9), mantan Ketua Mahkamah Agung berusia 73 tahun itu menekankan pentingnya mendengar suara generasi muda yang menjadi motor gerakan protes.
"Kita harus bekerja sesuai dengan pemikiran generasi Gen Z," kata Karki, merujuk pada tuntutan anak muda yang menginginkan pemberantasan korupsi, tata kelola pemerintahan yang baik dan pemerataan ekonomi.
Karki mengaku sebenarnya enggan maju sebagai pemimpin, namun namanya diajukan dari jalanan. Ia dipilih menjadi perdana menteri sementara setelah negosiasi antara Presiden Ramchandra Paudel, pimpinan protes dan Panglima Militer Ashok Raj Sigdel.
Jumat malam, Presiden Paudel mengumumkan pengangkatannya sekaligus membubarkan parlemen dan menetapkan pemilu pada 5 Maret mendatang.
"Kami tidak akan tinggal di sini lebih dari enam bulan dalam situasi apa pun. Kami akan menyelesaikan tanggung jawab kami dan berjanji untuk menyerahkannya kepada parlemen dan menteri berikutnya," sebut Karki.
Pemerintah juga menjanjikan kompensasi sebesar 1 juta rupee atau sekitar USD11.300 bagi keluarga korban yang tewas dalam bentrokan.
Kerusuhan Terburuk
Gelombang protes di Nepal dipicu oleh larangan media sosial yang sempat diberlakukan. Puluhan ribu orang turun ke jalan memprotes korupsi dan kemiskinan, yang berujung pada kerusuhan terburuk dalam beberapa dekade.
Polisi melepaskan tembakan ke arah massa di ibu kota Kathmandu, sementara demonstran membalas dengan membakar kantor presiden, gedung kementerian, hingga rumah-rumah politisi.
Di tengah situasi itu, Perdana Menteri KP Sharma Oli mengundurkan diri pada Selasa lalu.
Aktivis Muda Jadi Tokoh Gerakan
Sudan Gurung, pendiri LSM Hami Nepal berusia 36 tahun, muncul sebagai salah satu tokoh penting di balik aksi massa.
"Saya akan memastikan bahwa kekuasaan berada di tangan rakyat dan membawa setiap politisi korup ke pengadilan," tegasnya.
Menurut laporan, Gurung dan timnya kini ikut menentukan posisi-posisi penting dalam pemerintahan sementara.
Tuntutan Hak Asasi dan Luka Kemanusiaan
Sejumlah kelompok hak asasi internasional menyerukan diakhirinya praktik impunitas.
"Nepal berada di titik balik di mana kerja keras untuk menjamin hak asasi manusia bagi semua orang dapat dibangun atau justru dibalikkan," sebut Isabelle Lassee dari Amnesty International.
Kementerian Kesehatan Nepal menyatakan korban meninggal akibat protes sudah mencapai 72 orang. Proses evakuasi jenazah dari lokasi kebakaran dan bangunan yang diserang masih berlangsung.
"Jenazah banyak orang yang meninggal di pusat perbelanjaan, rumah, dan bangunan lain yang dibakar atau diserang kini telah ditemukan," kata juru bicara kementerian, Prakash Budathoki.
Beberapa keluarga mulai menerima jenazah kerabat mereka. Karuna Budhathoki, misalnya masih berduka atas keponakannya yang berusia 23 tahun.
"Meskipun teman-temannya mundur (dari protes), ia memutuskan untuk melanjutkan. Kami diberi tahu bahwa ia telah meninggal dunia di rumah sakit," pungkasnya. (Al Jazeera/H-2)