
Sejumlah pedagang kaki lima (PKL) dan UMKM mengungkapkan keresahan atas wacana pelarangan penjualan rokok di warung, kios dan los. Seperti diketahui, Panitia Khusus (Pansus) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi DKI Jakarta sedang menggodok substansi pasal-pasal dalam Rancangan Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok (Raperda KTR). Ketua Asosiasi Pedagang Kaki Lima Indonesia (APKLI) Ali Mahsun menyatakan kekecewaannya terhadap legislatif yang memaksa meloloskan aturan yang rasanya sulit diimplementasikan.
"Bagaimana bisa ada aturan yang melarang pedagang kecil, warung kelontong, asongan, warung kopi, dan lainnya berjualan rokok? Bagaimana mungkin ini bisa dilaksanakan? Ini aturan yang mengada-ada dan sangat menyulitkan ekonomi kerakyatan," ujar Ali Mahsun saat Bincang Pedagang di Tebet, pekan lalu.
Menurut Ali Mahsun, dorongan peluasan kawasan tanpa rokok (KTR) yang ditujukan di warung pedagang tradisional sangat kontradiktif dengan komitmen Pemerintah Propinsi DKI Jakarta, yang sebelumnya, pada Juli 2025, menekankan komitmennya memberikan kesempatan dan wadah serta akses pasar rakyat kepada para pedagang kecil untuk naik kelas. Langkah konkret yang dilakukan adalah melalui Gerakan Pasar Rakyat, yang fokus pada revitalisasi, serta integrasi pedagang kaki lima (PKL), dan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Jakarta.
Ali Mahsun memandang kebijakan ini akan berdampak dengan keberlangsungan mata pencaharian jutaan pedagang asongan, kopi keliling, pedagang kaki lima, serta warung kelontong.
“Sebagai tulang punggung keluarga, para pedagang kecil, asongan, kelontong, UMKM berupaya mandiri di tengah segala keterbatasan. Namun, larangan-larangan dalam pasal Raperda KTR DKI Jakarta yang dibahas justru semakin menyulitkan pedagang. Ini bukan soal untung rugi, tapi soal bagaimana pedagang kecil bisa memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dan menghidupi keluarga. Kami pelaku ekonomi kerakyatan ini butuh perlindungan. Kami mohon pembuat kebijakan mempertimbangkan dan membatalkan ulang rencana ini,” papar Ali Mahsun.
Yang juga dinilai semakin menindas pedagang kecil, rakyat kecil yang berusaha, adalah wacana sanksi/hukuman pindana kurungan atau kerja sosial. Realitanya, tegas Ali Mahsun , pedagang kecil mati-matian berjuang untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, dengan berjualan rokok yang adalah produk legal. Namun, justru dipersulit dengan Raperda KTR.
"APKLI menolak tegas pasal-pasal dalam Raperda KTR DKI Jakarta yang berisi larangan penjualan, kewajiban menyediakan tempat merokok di warung kecil, dan sanksi denda pidana yang sama saja dengan mematikan usaha ekonomi kerakyatan," ujar Ali Mahsun.
Sugih, pedagang di area Warakas, Tanjung Priok, mengaku kecewa dengan Langkah wakil rakyat. Jika disahkan, itu akan membuat beban rakyat kecil semakin berat.
"Sekarang ini pendapatan pedagang makin tipis. Daya beli masyarakat makin berkurang. Jualan rokok membantu perputaran pendapatan sehari-hari. Lah, kalau begini, ini sama saja dengan menindas usaha rakyat kecil. Kami berharap wakil rakyat yang terhormat bisa berempati, peka dengan situasi yang serba sulit saat ini," ucap Sugih. (E-3)