
Persaudaraan Tani-Nelayan Indonesia menyoroti dua persoalan krusial yang masih membayangi sektor pertanian nasional, yaitu maraknya alih fungsi lahan dan lemahnya pembaruan data pertanian. Kedua hal ini dinilai berdampak langsung pada kesejahteraan petani sekaligus mengancam ketahanan pangan bangsa.
Ketua Advokasi Persaudaraan Tani-Nelayan Indonesia, Tunjung Budi Utomo, menyatakan momentum Hari Tani Nasional 2025 seharusnya dijadikan pengingat bagi pemerintah untuk menunjukkan keberpihakan nyata pada petani.
“Negara harus hadir melalui kebijakan yang konkret. Alih fungsi lahan makin masif dan menggerus sumber mata pencaharian petani, sementara itu belum ada langkah tegas untuk menahannya,” ujar Tunjung dalam keterangan tertulisnya, Selasa (24/9).
Data Kementerian Pertanian tahun 2021 menunjukkan dari total 7,46 juta hektare sawah nasional, sekitar 659 ribu hektare telah berubah fungsi. Dari jumlah itu, 179.539 hektare menjadi perumahan dan 479.661 hektare dialihkan ke perkebunan.
“Tanpa pengendalian ketat, ketahanan pangan kita bisa terancam serius,” lanjutnya.
Badan Pusat Statistik (BPS) juga mencatat tren penurunan luas panen padi. Pada 2024, luas panen hanya 10,05 juta hektare atau turun 1,64 persen dibandingkan 2023. Di Jawa Barat, sebagai salah satu lumbung padi utama, luas panen anjlok hingga 108 ribu hektare akibat masifnya pembangunan perumahan di lahan produktif. Menurut Tunjung, perlindungan lahan harus dibarengi dengan perbaikan data pertanian.
“Data yang valid adalah fondasi pembangunan. Dari situ pemerintah bisa menentukan distribusi pupuk bersubsidi, bibit unggul, bantuan alsintan, sampai skema kredit murah. Jika data tumpang tindih, subsidi rawan salah sasaran,” jelasnya.
Ia menambahkan, akurasi data bukan sekadar teknis, melainkan menyangkut keberlangsungan hidup jutaan petani kecil. Oleh karena itu, Persaudaraan Tani-Nelayan Indonesia mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk memperkuat kebijakan perlindungan lahan sekaligus mempercepat modernisasi database pertanian.
“Negara tidak boleh abai. Lahan yang terlindungi dan data yang akurat adalah syarat agar subsidi dan program pemberdayaan benar-benar dirasakan petani. Hanya dengan begitu kesejahteraan petani dan kedaulatan pangan bisa tercapai,” pungkas Tunjung.(E-3)