Warga menghadiri Kenduri Blang di sebuah kebun peninggalan Ulama besar Aceh, Teungku Syik Di Pasi, Desa Gampong Waido, Kecamatan Peukan Baro, Kabupaten Pidie, Aceh.(MI/AMIRUDDIN ABDULLAH REUBEE)
JARUM jam menunjukkan pukul 11.15 Wib. Senin (29/9) menjelang siang itu para tetamu undangan dan warga sekitar mulai memasuki sebuah kebun di pinggiran sawah kawasan Desa Gampong Waido, Kecamatan Peukan Baro, Kabupaten Pidie, Provinsi Aceh.
Kebun nan teduh itu diselimuti berbagai pepohonan seperti asam jawa, pisang, kelapa dan lainnya. Angin spoi-spoi berhembus dari persawahan nan luas itu se-olah menyapa setiap yang hadir.
Sekitar 20 orang panitia kaum pemuda dan orang dewasa duduk dibawah tenda menunggu para tamu dan masyarakat petani untuk memulai acara doa bersama. Sebagian orang lagi sibuk membungkus nasi kulah (nasi berbungkus daun pisang) dan kuah lauk kari kerbau.
Di tengah kebun ada sebuah balai panggung berkonstruksi kayu, yang kondisinya sudah mulai lapuk dimakan usia. Konon sekitar abad ke-17 Masehi, lokasi tersebut merupakan tempat peristirahatan ulama besar Aceh, Syeh Abdussalam atau juga disebut Syeh Abdussamad bin Syeh Burhanuddin. Mayarakat akrab memanggil beliau adalah Teungku Syik Di Pasi.
Lokasi itu hanya sebuah kebun yang sedikit lebih tingginya dari pelataran sawah sekitarnya. Itu pula bukan lokasi makam Teungku Syik Di Pasi, tapi hanya tempat peristirahatan beliau secara hidup sekitar 400 tahun silam.
Komplek Makam Tengku Syik Di Pasi sendiri di kawasan pesisir pantai Selat Malaka yang dikelilingi tambak ikan warga. Lokasinya persis di Desa Ie Leubeue, Kecamatan Kembang Tanjung atau sekitar 8 km dari Desa Gampong Waido, Simpang Tiga.
Ulama besar yang juga pemimpin Ummat pada masanya itu lebih terkenal dengan panggilan Teungku Syik Di Pasi. Selain panutan masyarakat dan terkenal cerdas, Teungku Syik Di Pasi juga memiliki keahlian pengairan saluran irigasi di zaman Kesultanan Aceh.
Kedatangan ratusan petani, tokoh masyarakat hingga pejabat Pemerintah Kabupaten Pidie ke lokasi itu adalah untuk melaksanakan Kenduri Blang (Kenduri Turun Ke Sawah). Sebagai mana sebelumnya tradisi religi itu digelar saban tahun setiap turun ke sawah, oleh warga petani Kecamatan Peukan Baro dan Kecamatan Simpang Tiga, Kabupaten Pidie.
Di lokasi bersejarah itu warga berzikir dan berdoa untuk mengharapkan limpahan rizki dari hasil pertanian. Berkat perjuangan dan jejak peninggalan Teungku Syik Di Pasi semoga mendapat keberkahan dan jauh dari hama penyakit tanaman padi.
Ribuan hektare lahan sawah di Kecamatan Peukan Baro dan Kecamatan Simpang Tiga memanfaakan saluran irigasi Lueng Bintang. Lueng Bintang ini cikal-bakal saluran irigasi yang awalnya dibangun atas seruan Teungku Syik Di Pasi.
Pada masanya Teungku Syik Di Pasi berhasil memimpin masyarakat untuk bergotong royong membangun saluran irigasi sepanjang sekitar 25 kilometer. Mulai dari hulu di Kecamatan Keumala hingga ke hilir mengairi sawah-sawah penduduk di hilir Kecamatan Peukan Baro dan pesisir Kecamatan Simpang Tiga.
Itu melewati Kecamatan Keumala, Kecamatan Sakti dan sebagian Mutiara. Untuk menjaga ketersediaan air di hulu, ulama yang juga ahli petanian tersebut mengajak warga untuk menjaga kelestarian hutan.
"Baru pada tahun 1990an irigasi teknik Baro Raya dibangun. Irigasi Baro Raya itu pun masih mengikuti jejak jalur saluran irigasi manual semasaTeungku Syik Di Pasi," tutur Haji Bukhari Thahir, tokoh masyarakat Kabupaten Pidie, kepada Media Indonesia di sela-sela Kenduri Blang pada Cot Teungku Syik Di Pasi, Senin (29/9).
Bupati Pidie, Sarjani Abdullah melalui Plt Asisten Bidang Pemerintahan, Safrijal dalam sambutannya mengatakan, para petani setempat perlu mengikuti jejak Teungku Syik Di Pasi. Lalu mewarisi tradisi religi seperti Kenduri Blang (kenduri musim turun ke sawah) yang sudah berlangsung turun temurun sejak ratusan tahun silam.
Melalui gotong royong tentu semua pekerjaan lebih mudah, terselesaikan dan menghemat biaya. Sangat tidak baik kalau semua mengharap biaya pemerintah.
"Tangan di atas lebih baik dari tangan di atas. Melalui gotong royong juga terbangun kebersamaan dan kekompakan. Paling penting lagi adalah saling kenal dan akrab antar sesama penduduk. Jangan sampai antara satu dengan yang lain tidak saling kenal dianta warga kapung halaman," tutur Safrijal.
Iswadi Camat Peukan Baro, menambahkan Kenduri Blang adalah warisan leluhur bersandarlah pada nilai-nila agama. Bukan hanya sekedar ritual adat, tapienjadi perwujudan dalam bentuk doa nersama agar hasil panen produksi padi mendapat berkah dari yang Maha Kuasa.
" Berkat Kenduri Blang serta, doa bersama diharapkan dari segala bala. Serta membuahkan Rahman kesejahteraan petani dan seluruh masyarakat," tutur Iswadi.
Bersama Kenduri Blang di lokasi jejak Teungku Syik Di Pasi itu juga menyantuni puluhan anak yati desa sekitar lokasi. Berikutnya diharapkan mampu melahirkan generasi penerus sang Ulama besar pada zaman Kesultanan tersebut.
Setelah sambutan, pemberitahuan kapan mulai turun ke sawah itu, seluruh undangan dan ratusan warga sekitar dipersilahkan mencicipi Kenduri Blang. Masing-masing mendapat satu paket bungkus bu kulah dan satu plastik langsing berisi kari kerbau khas Pidie yang dikenal se nusantara banyak menggunakan rempah itu.
Bersamaan karumjam menunjukkan pukul 12.40 Wb, suara azan pun berkumandang di masjid-masjid sekitar dan upacara kenduri napak tilas Sang Ulama Besar pemimpin umat pun berakhir. Harapanya hasil panen pun akan melimpah hingga sampai nisaf menunaikan zakat. (H-1)


















































