Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah menerima bantuan dana dari United Nations Capital Development Fund (UNCDF).(MI/Lilik Darmawan)
KABUPATEN Banyumas, Jawa Tengah menjadi daerah pertama di Indonesia yang menerima bantuan dana internasional dari United Nations Capital Development Fund (UNCDF) melalui program Seed Grant – Smart Green Asean Cities (SGAC).
Bantuan senilai US$150.000 itu akan difokuskan untuk memperkuat sistem pengelolaan sampah sekaligus mempercepat target menuju zero sampah.
Bupati Banyumas Sadewo Tri Lastiono menyatakan kebanggaannya atas capaian tersebut. “Kami sangat bangga Banyumas menjadi penerima pertama dana ini. Terima kasih atas dukungan yang diberikan. Dana ini akan kami manfaatkan sebaik-baiknya untuk pengelolaan sampah dan lingkungan,” ujarnya dalam Launching Program Seed Grant – SGAC dan Signing Agreement Ceremony pada Jumat (26/9) di Jakarta.
Sadewo menegaskan, pencapaian ini lahir dari proses panjang sejak 2018 ketika Banyumas menghadapi darurat sampah. Saat itu, penumpukan sampah sangat bergantung pada Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang kerap penuh dan ditutup, sehingga pemerintah daerah harus mencari terobosan baru.
“Kami membangun ekosistem penanganan sampah ala ndeso, dari hulu sampai hilir. Diskusi panjang berlangsung hampir satu tahun. Kami siapkan kelompok swadaya masyarakat (KSM) untuk mengelola sampah,” jelasnya.
Strategi ini terbukti efektif. Dengan anggaran pengelolaan sampah yang sebelumnya mencapai Rp30–Rp40 miliar per tahun, kini dapat ditekan menjadi Rp5–Rp10 miliar per tahun. KSM yang awalnya mendapat subsidi kini mampu berdiri mandiri, ditunjang mesin pengolahan dan hanggar yang disediakan pemerintah.
Hasilnya, Banyumas hanya menyisakan 23% sampah yang belum terkelola. Pemerintah daerah menargetkan penyelesaian masalah sampah lebih cepat dari target nasional zero sampah 2029.
Meski demikian, Sadewo mengakui Banyumas masih membutuhkan tambahan 12 Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) dengan biaya sekitar Rp6 miliar per unit. Efisiensi juga terus dilakukan, misalnya melalui pengadaan mesin pengolahan berkapasitas 10 ton dengan harga Rp1,4 miliar.
Selain itu, Banyumas telah memanfaatkan sampah menjadi Refuse Derived Fuel (RDF) untuk pabrik semen. Namun, karena adanya kendala pembelian yang tidak selalu stabil, pemerintah daerah mengembangkan alternatif pengolahan biji plastik kualitas dua untuk produk seperti pot bunga.
“Intinya kami siap melaksanakan arahan Kementerian Lingkungan Hidup dan Bapak Presiden. Saya bisa menjamin, keuangan daerah akan mendukung upaya ini. Harapan saya, Banyumas bisa lebih cepat menuju zero sampah,” pungkas Sadewo. (E-2)


















































