Ilustrasi .(MI)
WACANA penggunaan metode kodifikasi dalam pembahasan Revisi Undang-Undang Pemilu (RUU Pemilu) mendapat dukungan dari kalangan masyarakat sipil. Salah satunya datang dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), yang menilai pendekatan kodifikasi lebih tepat dan efisien dibandingkan metode omnibus law.
Peneliti Perludem, Haykal mengatakan bahwa pihaknya telah sejak lama mendorong penggunaan metode kodifikasi dalam penyusunan regulasi kepemiluan.
“Metode kodifikasi adalah model pembentukan UU Pemilu yang memang kami usulkan sejak awal. Bahkan di dalam UU RPJPN, model tersebut sudah diamanatkan,” ujar Haykal saat dikonfirmasi, Kamis (25/9).
Menurutnya, pendekatan ini dapat menghindari kompleksitas dan tumpang tindih yang kerap muncul dalam metode omnibus law, seperti yang terjadi dalam pembentukan UU Cipta Kerja.
“Keuntungannya jelas, menghindari bentuk UU yang rumit seperti UU Cipta Kerja. Pembahasan UU dengan model kodifikasi juga akan lebih komprehensif dan membahas seluruh aspek kepemiluan,” katanya.
Perludem menilai bahwa kodifikasi memungkinkan pembahasan yang lebih fokus dan substansial terhadap prinsip-prinsip dasar pemilu yang demokratis, inklusif, dan adil.
Selain itu, metode ini juga memberikan kepastian hukum dan kemudahan dalam implementasi bagi penyelenggara dan peserta pemilu. Meski mendukung kodifikasi, Perludem menyarankan agar cakupan regulasi yang dikodifikasi tidak terlalu luas.
Haykal menyebut bahwa pihaknya masih terbuka untuk berdiskusi lebih lanjut, namun secara prinsip hanya mengusulkan dua undang-undang utama yang dikodifikasi, yaitu UU Pemilu dan UU Pilkada.
“Terkait UU apa saja yang akan dikodifikasikan, bagi kami masih dapat didiskusikan. Namun kami mengusulkan hanya dua UU saja, UU Pemilu dan UU Pilkada,” kata Haykal.
Sebelumnya, DPR telah menyebut bahwa revisi UU Pemilu berpeluang dibahas dengan model kodifikasi bersama UU Pilkada dan UU Partai Politik. Langkah ini dinilai sebagai upaya untuk menyederhanakan regulasi dan menghindari tumpang tindih aturan dalam sistem kepemiluan nasional. (Dev/P-2)


















































