Seorang anak mengumpulkan sampah yang bisa dimanfaatkan di Pantai Muaro Lasak, Padang, Sumatera Barat(ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra)
KOMUNITAS Orkestra Rakyat Cinta Samudera (ORCA) menggunakan momentum Hari Maritim Internasional yang jatuh setiap 25 September 2025 untuk mengangkat masalah laut global, seperti krisis keanekaragaman hayati, polusi sampah, praktik penangkapan ikan ilegal hingga kerentanan pesisir akibat perubahan iklim.
ORCA menyuarakan dukungan terhadap target global melindungi minimal 30 persen lautan pada 2030 (30×30) sebagai langkah menyelamatkan pangan, iklim dan mata pencaharian jutaan keluarga pesisir.
“Laut tidak punya paspor. Arus mengalir, stok ikan bermigrasi, dan sampah lintas samudera tiba di pantai kita, Karena itu, solusi harus bertumpu pada komitmen global yang diterjemahkan ke aksi global yang terukur dan transparan,”ujar Direktur Dermaga Nasional (DerNas) ORCA, Aishah Gray lewat keterangan yang diterima, Kamis (25/9).
Dalam aksi komunikasinya, ORCA merangkum tuntutan utama yang meliputi, penghentian eksploitasi yang merusak, melindungi sumber penghidupan nelayan serta memulihkan ekosistem kunci. Ia menegaskan, visi Indonesia Emas 2045 maju, adil, dan sejahtera harus dimulai dengan menata laut sebagai fondasi.
Penataan meliputi ketahanan pangan, iklim dan ketangguhan pesisir serta mewujudkan pariwisata bahari berkualitas dan mendorong daya saing global.
"Jika Indonesia Emas adalah tujuan, makan laut yang tertata adalah jalannya. 3x30 bukan hanya sekedar angka, ini strategi pembangunan yang menyatukan konservasi, kesejahteraan dan ketangguhan iklim," imbuh Aishah.
Pada kesempatan itu, ORCA merilis enam rekomendasi kebijakan utama, pertama, memperkuat kualitas perlindungan kawasan laut dengan fokus pada zonasi berkeanekaragaman hayati tinggi. Kedua, menghentikan praktik overfishing dan penangkapan ikan destruktif. Ketiga, mengelola polusi dan hulu ke hilir. Keempat, perlindungan sosial dan ekonomi nelayan dengan memastikan akses keadilan usaha serta melindungi nelayan tradisional dari persaingan tidak sehat dan praktik ilegal.
Kelima, memperkuat tata ruang dan moratorium di area sensitif serta menertibkan aktivitas berisiko tinggi. Lalu keenam ialah mendorong pendanaan pengelolaan jangka panjang serta memanfaatkan teknologi pemantauan (VMS/AIS/remote sensing) untuk penegakan yang efektif. (M-3)


















































