Perbankan Disuntik Rp200 T, Ancaman NPL dan Margin Bank Mengintai

4 hours ago 3
Perbankan Disuntik Rp200 T, Ancaman NPL dan Margin Bank Mengintai Ilustrasi(Antara)

Analis Samuel Sekuritas Prasetya Gunadi menilai rencana pemerintah menyalurkan dana Rp200 triliun dari Saldo Anggaran Lebih (SAL) ke perbankan berpotensi menghadirkan risiko baru. Meski langkah ini dapat memperkuat likuiditas, terdapat kekhawatiran bahwa dorongan penyaluran kredit ke segmen berisiko tinggi justru bisa meningkatkan rasio kredit bermasalah (NPL) dan menekan margin bank.

“Risiko muncul apabila terjadi paksaan penyaluran kredit ke segmen berisiko tinggi,” ujarnya dalam keterangannya, Kamis (11/9).

Dalam skenario terburuk, Prasetya menuturkan, intervensi pemerintah bisa meningkatkan rasio kredit bermasalah (NPL) dari level saat ini 2,1% hingga menembus di atas 6%. Kondisi tersebut akan mendorong kenaikan biaya pencadangan kerugian (CoC) dan menekan profitabilitas bank.

Dari sisi biaya dana atau cost of fund (CoF), untuk penempatan Rp200 triliun ini dinilai relatif murah karena bunganya hanya sekitar 80% dari suku bunga acuan BI (4,0%), atau kira-kira 3,2%. Angka ini sedikit lebih rendah dari bunga simpanan yang biasanya dibayar bank besar sekitar 4,3%. Jadi bank mendapat sedikit keringanan biaya dana. Akan tetapi, apabila pemerintah mendorong penyaluran kredit berbunga rendah guna mendukung program nasional, hal ini berpotensi menekan margin bunga bersih (NIM).

"Jika pemerintah kemudian mendorong penyaluran kredit berbunga rendah untuk mendukung program negara, margin bunga bersih (NIM) bank juga berisiko tertekan," jelas Prasetya. 

Di satu sisi, tambahan likuiditas Rp200 triliun berpotensi mendorong pertumbuhan kredit, meski dengan karakteristik berbeda dari skema pembiayaan berbasis leverage. Penyaluran kredit kali ini tetap bersifat sukarela, menyesuaikan appetite risiko perbankan serta permintaan pasar. 

Namun, Prasetya mengingatkan sikap hati-hati bank dalam menjaga kualitas aset membuat dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi kemungkinan baru terlihat dalam jangka menengah. Sementara itu, dalam jangka pendek, kebijakan ini diperkirakan menurunkan rasio pinjaman terhadap dana pihak ketiga (LDR) bank BUMN dari 93,5% menjadi 89,6%.

Secara umum, ia mengatakan kebijakan penempatan SAL ini memberi ruang likuiditas tambahan serta sedikit keringanan biaya dana. Namun, efektivitasnya dalam mendorong kredit dan pertumbuhan ekonomi sangat bergantung pada kemauan bank menyalurkan pinjaman. 

"Risiko terbesar tetap terletak pada potensi tekanan margin dan memburuknya kualitas aset, terutama bila penyaluran kredit lebih digerakkan oleh agenda politik ketimbang pertimbangan pasar," pungkasnya. (E-3)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |