
Royalti musik adalah hak ekonomi yang wajib diterima pencipta dan pemilik hak terkait setiap kali karyanya digunakan untuk kepentingan komersial.
Besaran royalti ini berbeda di tiap negara, termasuk di Indonesia dan Australia. Artikel ini akan membahas perbandingan sistem dan tarif royalti musik di kedua negara tersebut.
Royalti Musik di Indonesia
Dasar Hukum dan Regulasi
Di Indonesia, aturan royalti musik diatur melalui:
- PP No. 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta.
- Keputusan Menkumham No. HKI.2.OT.03.01-02/2016 terkait tarif royalti.
- Permenkumham No. 27 Tahun 2025 yang memperjelas pengelolaan royalti di era digital.
Pengelolaan royalti dilakukan oleh Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) yang menghimpun dan menyalurkan royalti kepada pencipta, pemusik, maupun produser rekaman.
Besaran Royalti
Besaran royalti di Indonesia bervariasi sesuai jenis penggunaan:
- Konser berbayar: 2% dari hasil kotor tiket + 1% untuk tiket gratis.
- Konser gratis: 2% dari biaya produksi.
- Bioskop: Rp 3.600.000 per layar per tahun.
- Restoran/kafe: Rp 60.000 per kursi per tahun.
- Bar/pub/bistro: Rp 180.000 per m² per tahun.
- Diskotek/klub malam: Rp 250.000 per m² per tahun.
- Seminar/konferensi: Rp 500.000 per hari.
- Nada tunggu telepon: Rp 100.000 per sambungan per tahun.
- Kantor/bank: Rp 6.000 per m² per tahun.
Sekitar 79% dana royalti disalurkan langsung ke pencipta, sementara sisanya untuk operasional LMKN.
Tantangan
Masih terdapat perselisihan hukum terkait hak pertunjukan langsung.
Regulasi terbaru berusaha menjawab tantangan era digital dengan memperluas cakupan royalti ke streaming, OTT, webcast, dan platform digital lainnya.
Royalti Musik di Australia
Lembaga Pengelola
Di Australia, royalti musik dikelola oleh:
- APRA AMCOS untuk hak pertunjukan dan mekanik.
- OneMusic sebagai layanan lisensi satu pintu untuk bisnis, bekerja sama dengan PPCA.
- Sistem ini memudahkan pelaku bisnis mendapatkan lisensi tanpa harus berurusan dengan banyak pihak.
Besaran Royalti
Tarif royalti di Australia ditentukan berdasarkan ukuran bisnis dan jenis penggunaan:
- Bisnis kecil (misalnya hanya menggunakan radio di ruangan kecil): mulai AU$97,72 per tahun.
- Tempat hiburan besar atau bisnis dengan layanan streaming: bisa mencapai AU$6.045,06 per tahun.
Distribusi Royalti
Australia dikenal dengan sistem distribusi royalti yang efisien:
- Sekitar 86% dari total royalti langsung diberikan ke pencipta.
- Sisanya (14%) digunakan untuk biaya operasional lembaga.
Pembayaran dilakukan setiap triwulan untuk domestik dan bulanan untuk internasional.
Tantangan
Terdapat perdebatan antara industri radio komersial dan lembaga musik terkait kenaikan tarif royalti. Saat ini, radio membayar 1% dari pendapatan kotor sebagai royalti untuk artis.
Perbandingan Indonesia dan Australia
Dasar Hukum | PP 56/2021, Permenkumham 2016 & 2025 | Copyright Act 1968, APRA AMCOS, OneMusic |
Tarif Bisnis | Variatif (kursi, m², tiket, biaya produksi) | Berdasar ukuran & penggunaan; AU$97 – AU$6.000/tahun |
Distribusi Royalti | ~79% untuk pencipta, 21% untuk operasional | ~86% untuk pencipta, 14% untuk operasional |
Era Digital | Baru diakomodasi jelas lewat Permenkumham 27/2025 | Sudah terintegrasi dalam lisensi OneMusic |
Isu & Tantangan | Transparansi LMK dan sengketa hak pertunjukan langsung | Perdebatan kenaikan royalti radio komersial |
Indonesia memiliki tarif royalti yang detail dan berbeda-beda sesuai jenis penggunaan, namun sistemnya masih menghadapi tantangan transparansi dan implementasi. Regulasi terbaru sudah mulai mengakomodasi penggunaan digital.
Australia menawarkan sistem yang lebih sederhana melalui OneMusic, dengan distribusi royalti lebih efisien dan transparan. Namun, industri radio masih menolak kenaikan tarif royalti yang dianggap membebani.
Bagi pelaku bisnis, pemahaman tentang sistem royalti sangat penting agar terhindar dari pelanggaran hukum sekaligus mendukung ekosistem musik yang sehat. (Z-10)
Sumber:
- HHR Lawyers
- AHP.id
- APRA AMCOS
- Business.gov.au
- Aus Legal Hub
- News.com.au
- The Australian