Utang proyek kereta cepat Whoosh berpotensi menggunakan APBN.(Antara)
                            PENGAMAT kebijakan publik Agus Pambagio menilai penyelesaian utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) atau Whoosh berpotensi menggunakan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Hal itu menanggapi pernyataan Presiden Prabowo Subianto yang menyatakan siap pasang badan untuk menyelesaikan utang proyek sepur kilat itu.
"Ya pasti APBN lah kalau presiden sudah bicara seperti itu,” ujar Agus kepada Media Indonesia, Selasa (4/11).
Pernyataan ini dinilai kontraproduktif dengan pernyataan Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa yang menegaskan penyelesaian utang proyek KCJB tidak akan menggunakan dana negara.
Namun, menurut Agus, jika Presiden sudah memutuskan menggunakan APBN, maka kebijakan tersebut otomatis menjadi tanggung jawab pemerintah pusat.
"Kalau presidennya bilang pakai APBN, mau ngomong apa? Pemerintah punya utang ya harus dibayar. Duitnya dari mana? Ya APBN, tidak bisa hanya dari kantong BUMN,” tegasnya.
Proyek KCJB digarap oleh PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), perusahaan patungan antara konsorsium BUMN yang tergabung dalam PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) dan konsorsium perusahaan perkeretaapian Tiongkok melalui Beijing Yawan HSR Co. Ltd. PSBI menguasai 60% saham, sedangkan Beijing Yawan memegang 40%, dengan PT Kereta Api Indonesia (KAI) sebagai pemimpin konsorsium PSBI.
Proyek yang diinisiasi pada 2015 dan mulai dibangun secara fisik pada 2016 itu menelan biaya sekitar US$7,2 miliar atau sekitar Rp120,3 triliun (asumsi kurs Rp16.708 per dolar AS). Adapun pembengkakan biaya (cost overrun) mencapai US$1,2 miliar atau sekitar Rp20 triliun.
Dari total investasi tersebut, sekitar 75% dibiayai melalui pinjaman dari China Development Bank (CDB) dengan bunga 2% per tahun dan tenor pinjaman 40 tahun menggunakan skema bunga tetap. Namun, belakangan diketahui pemerintah berencana memperpanjang masa pinjaman menjadi 60 tahun melalui skema restrukturisasi utang.
Agus menilai wajar jika APBN digunakan untuk menutup sebagian kewajiban, karena status pinjamannya government to government (G to G). Namun, ia mengingatkan penggunaan APBN bisa berdampak pada alokasi anggaran lain.
"Beban langsung ke masyarakat mungkin tidak ada, tapi beban pembangunan lain bisa tersendat,” jelasnya.
Ia kemudian mendorong adanya audit menyeluruh terhadap proyek KCJB, termasuk mengusut kemungkinan adanya penyimpangan dalam proses pembiayaan dan pelaksanaannya.
"Pak Mahfud MD pernah bilang proyek ini sempat mangkrak, ya periksa saja semua. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus turun tangan,” pungkasnya. (Z-10)


















































