Penyakit Charcot-Marie-Tooth: Gejala, Penyebab, dan Fakta Medis yang Perlu Diketahui

3 hours ago 1
 Gejala, Penyebab, dan Fakta Medis yang Perlu Diketahui Penyakit langka CMT.(Dok. Freepik)

Kabar duka datang dari dunia hiburan internasional. Kepergian aktris muda Isabelle Tate, pemeran dalam serial drama 9-1-1: Nashville, akibat penyakit langka Charcot-Marie-Tooth (CMT) menggugah perhatian publik terhadap bahaya gangguan saraf genetik yang kerap tidak disadari gejalanya sejak dini.

CMT merupakan neuropati perifer herediter, yakni gangguan pada saraf tepi yang berfungsi mengatur gerakan serta sensasi tubuh. Meski tergolong langka, penyakit ini justru menjadi salah satu neuropati herediter paling umum di dunia dan dapat menyerang siapa pun tanpa memandang jenis kelamin.

Gejala awal CMT sering dianggap sepele, padahal bisa muncul sejak masa kanak-kanak atau remaja,” ujar dr. Iqbal Mochtar dari Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) dalam wawancara pada Jumat (24/10).

Gejala Awal yang Sering Dianggap Remeh

Menurut dr. Iqbal, banyak penderita CMT tidak menyadari bahwa mereka mengalami gangguan saraf karena keluhan awal tampak ringan dan umum terjadi, seperti kesemutan atau rasa lemah di kaki. Namun, sinyal-sinyal ini sebenarnya menunjukkan adanya kerusakan progresif pada saraf perifer.

Berikut beberapa gejala awal CMT yang perlu diwaspadai:

  1. Kelemahan otot kaki dan tungkai bawah, yang menyebabkan penderita mudah tersandung atau sering jatuh.
  2. Perubahan bentuk kaki, misalnya pes cavus (lengkungan kaki terlalu tinggi) atau hammer toes (jari kaki menekuk seperti palu).
  3. Atrofi otot betis, sehingga tungkai tampak lebih kurus dibanding normal.
  4. Gangguan sensorik ringan, seperti kesemutan, rasa baal, atau penurunan kemampuan merasakan suhu dan nyeri.
  5. Kesulitan menggunakan tangan, misalnya saat menulis atau memegang benda kecil, terutama ketika penyakit telah menjalar ke lengan.

“Rasa kesemutan itu sering dianggap hal biasa. Padahal bisa jadi tanda awal CMT,” tegas dr. Iqbal.

Gejala ini biasanya muncul secara bertahap dan progresif, sehingga penderita sering baru menyadari setelah gangguan motorik menjadi jelas. Beberapa pasien bahkan dikira mengalami masalah ortopedi biasa sebelum diketahui bahwa sumbernya adalah gangguan saraf.

Penyebab dan Mekanisme Genetik

CMT disebabkan oleh mutasi genetik yang memengaruhi fungsi dan struktur saraf perifer. Saraf ini bertugas membawa sinyal dari otak dan sumsum tulang belakang ke seluruh tubuh. Mutasi tersebut dapat menyebabkan kerusakan pada selubung mielin (lapisan pelindung saraf) atau akson (bagian penghantar impuls saraf).

Pola pewarisan CMT meliputi:

  • Autosomal Dominant, di mana cukup satu salinan gen bermutasi dari salah satu orang tua untuk menyebabkan penyakit. Ini adalah bentuk yang paling umum.
  • Autosomal Recessive, memerlukan dua salinan gen bermutasi (dari kedua orang tua) agar gejala muncul.

Dalam beberapa kasus, mutasi spontan (de novo) juga dapat terjadi pada individu tanpa riwayat keluarga.

Gen-gen yang sering terlibat antara lain MPZ, MFN2, dan GJB1, yang semuanya berperan penting dalam pembentukan serta pemeliharaan saraf perifer. Mutasi pada gen PMP22, khususnya duplikasi pada gen ini, menjadi penyebab utama tipe CMT1A, salah satu bentuk CMT yang paling banyak ditemukan.

Proses Diagnosis

Menegakkan diagnosis CMT memerlukan kombinasi antara pemeriksaan klinis dan teknologi diagnostik saraf modern. Prosedurnya meliputi:

  • Pemeriksaan klinis dan neurologis: untuk menilai kekuatan otot, refleks, serta bentuk kaki pasien.
  • Electroneuromyography (EMG) dan Nerve Conduction Study (NCS): dua tes utama yang digunakan untuk mengukur kecepatan hantaran sinyal listrik pada saraf dan aktivitas otot.
  • Tes genetik molekuler: kini menjadi standar emas untuk mendeteksi mutasi gen penyebab, termasuk duplikasi gen PMP22.
  • Biopsi saraf: sebelumnya sering dilakukan untuk melihat kerusakan jaringan saraf secara langsung, namun kini jarang dipakai karena teknologi genetik lebih akurat dan non-invasif.

Diagnosis dini menjadi krusial karena intervensi fisioterapi dan terapi okupasi dapat membantu memperlambat progresivitas gejala serta menjaga fungsi motorik pasien.

Kondisi dan Tantangan di Indonesia

Secara global, CMT diperkirakan memengaruhi 1 dari 2.500 hingga 1 dari 5.000 orang. Namun, di Indonesia data epidemiologis masih sangat terbatas karena kurangnya fasilitas pemeriksaan genetik dan minimnya kesadaran terhadap penyakit ini.

Banyak penderita yang baru teridentifikasi setelah bertahun-tahun mengalami keluhan, bahkan ada yang salah diagnosis sebagai penyakit otot atau tulang biasa. Keterbatasan akses terhadap tes EMG, NCS, dan genetik molekuler juga menjadi hambatan besar.

Meski demikian, dalam beberapa tahun terakhir kesadaran masyarakat dan tenaga medis mulai meningkat. Rumah sakit besar di kota-kota seperti Jakarta, Surabaya, dan Yogyakarta kini telah menyediakan layanan pemeriksaan genetik untuk neuropati herediter.

Peningkatan kesadaran ini diharapkan dapat mendorong deteksi dini, penanganan lebih optimal, serta memperbaiki kualitas hidup penderita CMT di Indonesia.

Catatan Akhir

Charcot-Marie-Tooth mungkin tergolong penyakit langka, namun dampaknya terhadap kualitas hidup pasien tidak bisa diremehkan. Penguatan edukasi publik, dukungan keluarga, serta akses terhadap layanan diagnostik dan rehabilitasi menjadi kunci utama dalam menghadapi tantangan penyakit saraf genetik ini. (Z-10)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |