
KEBIJAKAN afirmatif melalui kebijakan pengadaan yang menggunakan APBN, APBD, BUMN, BUMD, dan kebijakan fiskal yang ramah koperasi dinilai bisa mendorong pemerataan dan penguatan ekonomi serta memastikan dana publik benar-benar berputar di tangan rakyat.
Pengamat ekonomi koperasi digital Iqbal Alan Abdullah mengusulkan pengaturan khusus dengan pemberian alokasi minimal 20% untuk koperasi dalam pengadaan barang/jasa pemerintah, yang terpisah dari UMKM, dan diatur UU APBN hingga Perpres tentang Pengadan Barang/Jasa Pemerintah.
Iqbal juga mengusulkan perlu pemberian kemudahan untuk tender misalnya soal skor preferensi atau margin harga, pemberian fasilitas kontrak langsung untuk layanan lokal seperti kebersihan dan katering, serta pembebasan jaminan penawaran untuk kontrak di bawah nilai tertentu dan mendorong kolaborasi antarkoperasi berupa konsorsium dan lainnya.
”Negara harus berani menata ulang arah kebijakan fiskal agar berpihak pada koperasi. Kita bisa diskusikan apa saja instrumennya, silakan saja. Tapi kami ingatkan keadilan sosial tidak akan terwujud tanpa keadilan fiskal. Dana publik benar-benar berputar di tangan rakyat."
"Kita membutuhkan kebijakan afirmatif melalui belanja negara melalui APBN, APBD, BUMN dan BUMD, untuk koperasi bukan sebagai bentuk belas kasihan atau subsidi sosial melainkan keberpihakan dalam pengadaan, dan kebijakan fiskal,” kata Iqbal, di Jakarta, Selasa (21/10).
Diakui pendiri Asia Digital Academy ini, dalam beberapa tahun terakhir banyak peraturan perundangan terkesan prokoperasi. UU No 11/2O2O tentang Cipta Kerja dan PP No 7/2021 tentang Kemudahan, Perlindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan UMKM. Termasuk Perpres No 46/2025 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden No 16/2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Perpres No 46/2025 pasal 20 ayat 3 menyebutkan alokasi sedikitnya 40% tetapi digabung UMKM dan koperasi, padahal koperasi berbeda. UMKM berorientasi individual sedangkan koperasi untuk kesejahteraan bersama anggota dengan prinsip gotong-royong.
Ia pun mempertanyakan terkait data riil jumlah koperasi yang menjadi pemenang tender selama ini dan siapa yang mengawasi ketentuan 40% itu. ”Kebijakan ini bukan hanya pemerataan, tetapi strategi ekonomi cerdas agar dana publik berputar di tangan rakyat sebagai pemilik sejati perekonomian nasional," ucapnya.
Menurut dia, dampak ekonomi dan pemerataan nasional apabila 20% dari total belanja pemerintah pusat dan daerah sekitar Rp3.600 triliun dialokasikan kepada koperasi, akan tercipta perputaran ekonomi rakyat sebesar Rp600 triliun per tahun.
"Dengan margin usaha koperasi rata-rata 10–15%, pendapatan anggota bisa meningkat Rp60–70 triliun per tahun, seraya memperluas lapangan kerja dan daya beli domestik,” terangnya.
Ia menegaskan koperasi berperan penting sebagai motor pertumbuhan ekonomi dan alat pemerataan pembangunan. Apalagi, kini jadi salah satu perwujudan program Asta Cita Presiden Prabowo Subianto antara lain melalui pendirian Koperasi Merah Putih, sesuai amanat Pasal 33 UUD 1945 yang menempatkan rakyat sebagai pelaku utama dan penerima manfaat. Ia menjelaskan kebijakan afirmatif kepada koperasi juga dilakukan di berbagai negara seperti India, Brazil, Filipina, Spanyol, Korea Selatan, Malaysia, dan AS.
Di Malaysia, melalui Belanjawan 2025, mengalokasikan RM100 juta dalam bentuk dana pembiayaan modal koperasi untuk meningkatkan kemampuan koperasi dalam rantai pasokan nasional. Di AS, ditetapkan melalui Federal Procurement Policy bahwa 23% dari total kontrak federal wajib untuk small businesses. Dari jumlah itu, 10–12% untuk small disadvantaged business untuk kelompok minoritas dan ekonomi lemah.
”Pelajaran dari tiga negara ini jelas, keberpihakan fiskal harus diwujudkan melalui kebijakan anggaran nyata. Dengan begitu, belanja pemerintah menjadi alat redistribusi ekonomi rakyat,” ucap Iqbal.
Untuk, itu, menurut Iqbal, mengalokasikan 20% belanja pemerintah kepada koperasi bukanlah beban, belas kasihan atau subsidi sosial melainkan keberpihakan pada pengadaan dan kebijakan fiskal seperti ditunjukkan negara lain, serta sebagai investasi strategis untuk membangun ekonomi inklusif dan berkeadilan. (H-2)