Prajurit TNI berbaris dengan memegang senjata saat upacara peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-80 Tentara Nasional Indonesia (TNI) di Lapangan I Gusti Ngurah Rai(ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Wibowo)
MASUKNYA unsur militer ke ruang-ruang sipil kembali menjadi sorotan dalam tahun pertama pemerintahan Prabowo-Gibran. Menurut Peneliti Formappi Lucius Karus, fenomena ini tampak dari dorongan pemerintah dan DPR untuk memperluas peran TNI di luar sektor pertahanan.
Lucius menilai, sejumlah rancangan undang-undang yang sedang dibahas menunjukkan arah politik baru yang mengaburkan batas antara militer dan sipil. Ia menyoroti rencana pembahasan RUU Ketahanan dan Keamanan Siber yang berpotensi memberi kewenangan hukum kepada TNI, wilayah yang selama ini menjadi ranah kepolisian.
"Kecenderungan soal kembalinya militer dalam panggung politik, ada satu RUU yang akan digas di akhir tahun, yaitu ketahanan dan keamanan siber. RUU itu konon akan memberikan tempat ke TNI dan terlibat ke urusan hukum yang selama ini merupakan ranah kepolisian," kata Lucius dalam diskusi bertajuk 1 Tahun Prabowo-Gibran: Indonesia Emas Atau Cemas? pada Minggu (19/10).
Ia menilai kebijakan tersebut sejalan dengan langkah pemerintah yang kerap memberi posisi strategis kepada perwira aktif maupun purnawirawan TNI. Kondisi ini, menurut Lucius, berpotensi mengaburkan garis demarkasi antara peran militer dan sipil dalam sistem demokrasi.
"Kalau militer diberikan tempat yang sangat strategis, itu artinya ada banyak hal yang harus kita definisikan ulang dalam urusan ketatanegaraan kita," tutur Lucius.
Di sisi lain, dia juga menyoroti lemahnya kinerja kabinet yang justru lebih sibuk dengan pelantikan pejabat daripada pencapaian program. Ia menyebut tahun pertama pemerintahan ini sebagai tahun pelantikan karena banyaknya pergantian posisi tanpa diikuti peningkatan hasil kerja.
"Semakin banyak pejabat yang dilantik, tidak berbanding lurus dengan semakin banyaknya hasil kerja yang bisa ditunjukkan pemerintah," tuturnya.
Menurut Lucius, presiden harus mulai mengevaluasi kinerja para pembantunya. "Presiden harus membuka telinganya untuk mendengar masukan-masukan terkait dengan kinerja para menteri," pungkas Lucius. (Mir/M-3)


















































