MENTERI Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul Mu’ti di sidang Unesco.(Dok. Youtube Kemendikasmen)
PENGGUNAAN bahasa Indonesia untuk pertama kalinya dalam sidang UNESCO oleh Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu’ti menandai babak baru dalam sejarah kebahasaan Indonesia. Menyusul pengakuan UNESCO terhadap bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi ke-10 dalam sidang-sidang organisasi tersebut, momen ini menjadi tonggak penting bagi upaya internasionalisasi bahasa nasional.
Dekan Fakultas Bahasa dan Seni UNJ Liliana Muliastuti menyebut hari tersebut sebagai hari bersejarah bagi bahasa dan bangsa Indonesia.
“Bahasa Indonesia yang berstruktur mudah dan egaliter kini diakui dan bergaung dalam sidang umum UNESCO,” ujar Liliana saat dihubungi, Selasa, (4/11).
Menurutnya, pengakuan UNESCO memiliki dampak mikro dan makro. Secara mikro, dokumen-dokumen resmi UNESCO kini akan memuat bahasa Indonesia, sehingga kebutuhan terhadap penerjemah profesional bahasa Indonesia akan meningkat.
“Secara makro, kehormatan bahasa Indonesia meningkat sebagai bahasa yang diakui dunia. Hal ini diharapkan berdampak global, menambah peminat pelajar bahasa Indonesia di dunia. Banyak pengajar BIPA (Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing) akan dibutuhkan,” tambahnya.
Liliana menekankan pentingnya kesiapan sumber daya manusia di bidang kebahasaan untuk menindaklanjuti pengakuan tersebut. Ia juga menyoroti bahwa bahasa tidak hanya sarana komunikasi, melainkan juga instrumen politik dan identitas bangsa.
“Bahasa adalah politik. Sudah saatnya pula syarat tenaga kerja asing (TKA) yang masuk ke Indonesia wajib bisa bahasa Indonesia agar bahasa kita tetap menjadi tuan rumah di negeri sendiri,” katanya.
Pengakuan UNESCO terhadap bahasa Indonesia diharapkan menjadi awal dari strategi kebahasaan yang lebih luas, termasuk diplomasi budaya, peningkatan kapasitas pengajar BIPA, serta kebijakan yang memperkuat posisi bahasa Indonesia di ranah internasional. (H-3)


















































