
PENGAMAT Timur Tengah, Smith Alhadar, menilai keputusan sejumlah negara besar di Eropa untuk mengakui Palestina sebagai negara berdaulat membawa dampak politik yang signifikan. Meski langkah tersebut masih bersifat simbolis, pengakuan dari kekuatan utama Eropa akan memberi energi baru bagi perjuangan Palestina sekaligus memperkuat posisi diplomatiknya di panggung internasional.
Menurutnya, dukungan politik yang kini datang tidak hanya dari negara-negara Eropa, tetapi juga Kanada dan Australia, berpotensi mendorong lobi tingkat tinggi antara negara-negara Arab, Israel, Amerika Serikat, Inggris, dan Uni Eropa. Ia menyebut diplomasi intensif hampir pasti akan berlangsung dalam waktu dekat untuk mencari jalan keluar dari krisis yang tak bisa lagi diabaikan dunia.
"Setelah bertambahnya dukungan negara Barat terhadap negara Palestina, termasuk Kanada dan Australia, saya yakin dalam waktu dekat, atau sedang berjalan, lobi-lobi tingkat tinggi negara Arab, Israel, AS, Inggris, dan UE untuk mencari jalan keluar bagi situasi genting yang tak dapat disepelekan siapa pun," kata Smith Alhadar kepada Media Indonesia, Senin (22/9).
"Israel dan AS harus realistis konstelasi politik dan ekonomi global telah berubah di mana kekuatan AS dan UE melemah sementara Tiongkok, Rusia, India serta kekuatan Global South seperti RI, Turki, Brazil, Afrika Selatan, Arab Saudi, Iran, Mesir, dan lainnya sedang bangkit menuntut perubahan tatatan atau tatakelola dunia baru," imbuhnya.
Dari lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB yang memiliki hak veto, imbuhnya, kini hanya Amerika Serikat yang masih menolak pembentukan negara Palestina. Kondisi ini menunjukkan perubahan arah politik global yang membuat posisi AS makin lemah.
Smith menjelaskan pengakuan resmi dari negara-negara di Uni Eropa juga akan berimbas pada hubungan bilateral dengan Israel. Meskipun Israel tetap mendapat perlindungan dari AS, dukungan Uni Eropa terhadap Palestina menurutnya bisa memperburuk hubungan Israel dengan Eropa, terutama terkait Perjanjian Asosiasi UE–Israel yang memberi banyak fasilitas ekonomi.
"Dukungan negara UE untuk negara Palestina membawa konsekuensi memburuknya hubungan Israel-UE, terutama terkait fasilitas ekonomi yang diberikan kpd Israel melalui Perjanjian Asosiasi UE-Israel. Tapi syaratnya Israel tidak boleh melanggar HAM. Faktanya Israel melakukan genosida di Gaza, juga di Tepi Barat dengan skala lebih kecil," ujarnya.
Lebih jauh, ia menekankan Israel dan AS harus menyadari realitas baru dalam konstelasi politik global. Ia menilai dengan perubahan arus besar politik dunia mustahil bagi AS dan Israel mencegah lahirnya negara Palestina.
"Israel dan AS kian terisolasi dan membawa kredibilitas dan reputasi AS (sekutu utama AS) di mata bangsa Arab khususnya dan dunia internasional," tukasnya. (I-3)