
PENGADILAN Distrik Massachusetts pada Jumat (23/5) mengeluarkan keputusan penting yang menghentikan sementara langkah pemerintahan Presiden Donald Trump untuk mencabut hak Universitas Harvard menerima mahasiswa asing.
Keputusan ini keluar setelah Harvard melayangkan gugatan terhadap kebijakan tersebut yang dinilai bertentangan dengan hukum.
Seorang hakim federal memutuskan untuk memblokir kebijakan yang dianggap sebagai bagian dari upaya Presiden Trump membalas Harvard atas penolakannya terhadap intervensi politik dalam kebijakan akademik.
Dalam dokumen gugatannya, Harvard menyebut tindakan itu sebagai pelanggaran serius terhadap Konstitusi AS dan undang-undang federal, serta menyebutnya akan berdampak langsung dan menghancurkan bagi universitas dan lebih dari 7.000 pemegang visa asing.
"Tanpa mahasiswa internasionalnya, Harvard bukanlah Harvard," tegas pihak universitas dalam gugatan yang diajukan di pengadilan federal Boston seperti dilansir France 24, Minggu (25/6).
Saat ini, dari total mahasiswa yang terdaftar, hampir 27% atau sekitar 6.800 orang merupakan mahasiswa internasional.
Keputusan pengadilan ini memberikan kelegaan sementara bagi ribuan mahasiswa dari luar negeri yang sebelumnya terancam harus meninggalkan kampus tersebut.
Hakim Distrik AS Allison Burroughs, yang menjatuhkan keputusan tersebut, menyatakan bahwa ada risiko kerugian sebelum sidang penuh digelar. Ia menjadwalkan sidang lanjutan pada 27 dan 29 Mei untuk menentukan langkah berikutnya.
Perseteruan antara Harvard dan Gedung Putih bukanlah hal baru. Dalam beberapa bulan terakhir, pemerintahan Trump telah mengambil berbagai langkah yang dianggap menekan kampus elite itu, termasuk menarik hampir US$3 miliar dalam bentuk hibah federal, mengusulkan pencabutan status bebas pajak Harvard, menaikkan pajak atas dana abadi, hingga menyelidiki potensi pelanggaran hukum hak sipil.
Presiden Harvard, Alan Garber, menyebut tindakan pemerintahan Trump sebagai upaya membalas penolakan Harvard untuk menyerahkan independensi akademisnya.
Dalam surat resminya kepada komunitas kampus, ia menekankan bahwa kebijakan ini bertujuan mengendalikan kurikulum, fakultas, dan badan mahasiswa universitas swasta secara tidak sah.
Pemerintah melalui Menteri Keamanan Dalam Negeri Kristi Noem mengumumkan pencabutan sertifikasi Program Mahasiswa dan Pertukaran Pengunjung Harvard, berlaku mulai tahun ajaran 2025–2026. Ia menuding tanpa bukti bahwa universitas tersebut mendorong kekerasan, antisemitisme, dan bekerja sama dengan Partai Komunis Tiongkok.
Data Harvard menunjukkan bahwa pada tahun 2024, sekitar 20% dari mahasiswa internasionalnya berasal dari Tiongkok. Hal ini juga menjadi sorotan sejumlah anggota parlemen yang khawatir terhadap pengaruh pemerintah Tiongkok di kampus-kampus AS.
Mahasiswa asal Swedia yang akan lulus dari Harvard dengan gelar sarjana ekonomi dan pemerintahan, Leo Gerden menanggapi keputusan ini dengan optimisme meskipun tetap waspada.
"Ini langkah awal yang hebat," katanya.
"Tapi mahasiswa internasional tetap harus bersiap menghadapi pertarungan hukum panjang yang penuh ketidakpastian. Tidak ada satu keputusan pun dari Trump, Harvard, atau hakim yang bisa langsung menghentikan tirani kebijakan ini," sebutnya.
Harvard menegaskan bahwa pencabutan tersebut telah mengacaukan berbagai aspek akademik, termasuk program klinik, kursus dan laboratorium penelitian, serta memaksanya mempertimbangkan ulang penerimaan ribuan mahasiswa hanya beberapa hari menjelang wisuda.
Sementara itu, juru bicara Gedung Putih, Abigail Jackson menyatakan bahwa hakim yang tidak dipilih tidak memiliki hak untuk menghalangi kebijakan imigrasi dan keamanan nasional pemerintahan Trump.
Berbeda dengan Harvard, Universitas Columbia di New York memilih untuk mengakomodasi tekanan serupa dengan mereformasi sistem disipliner dan meninjau ulang kurikulum Timur Tengah, setelah Trump menarik US$400 juta dana bantuan dengan tuduhan universitas gagal melawan antisemitisme.
Kebijakan ini juga membawa dampak finansial signifikan. Mahasiswa asing, yang umumnya membayar biaya kuliah penuh, menjadi salah satu penopang utama keuangan universitas.
Juru bicara Departemen Keamanan Dalam Negeri, Tricia McLaughlin menyebut merupakan hak istimewa, bukan hak, bagi universitas untuk menerima mahasiswa asing dan mendapatkan keuntungan dari pembayaran biaya kuliah yang lebih tinggi.
Obligasi Harvard pun menunjukkan penurunan sejak Maret lalu, saat Trump mulai memperingatkan akan memotong dana federal ke kampus-kampus AS.
Mahasiswa internasional Harvard yang terdampak termasuk Cleo Carney, putri Perdana Menteri Kanada Mark Carney, dan Putri Elisabeth pewaris takhta Belgia. (I-3)